A. PENDAHULUAN
Salah satu isu paling
penting yang dihadapi oleh para manajer keuangan adalah hubungan antara
struktur modal dan nilai perusahaan.
Menurut Riyanto, struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal
asing (jangka panjang) dengan modal sendiri. Sedangkan menurut Sartono, yang dimaksud dengan
struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat
permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Struktur
keuangan adalah perimbangan antara hutang dengan modal sendiri. Dengan kata
lain struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.
Dewasa
ini, dunia usaha sangat tergantung sekali dengan masalah pendanaan, beberapa
pakar sepakat bahwa untuk keluar dari krisis ekonomi ini sektor riil harus
digerakkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.Namun demikian, banyak hambatan
yang dialami oleh dunia usaha, salah satunya yang sangat krusial adalah masalah
pendanaan ini.Dunia usaha mengalami kemunduran yang diakibatkan oleh kemacetan
kredit-kredit yang diberikan ke dunia usaha tanpa memperhitungkan batas
maksimum pemberian kredit dimasa lalu oleh perbankan dan masalah kelayakan
kredit yang disetujui.Oleh karenanya, baik itu pihak manajemen maupun pihak
kreditor sudah seharusnya mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
masalah pendanaan ini.Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
struktur modal diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi evaluasi
manajemen, dalam hal ini manajemen rumah sakit secara khusus.
Struktur
modal perusahaan merupakan salah satu faktor fundamental dalam operasi
perusahaan. Struktur modal suatu perusahaan ditentukan oleh kebijakan
pembelanjaan (financing policy) dari manajer keuangan yang senantiasa
dihadapkan pada pertimbangan baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif
yang mencakup tiga unsur penting, yaitu keharusan untuk membayar balas jasa
atas penggunaan modal kepada pihak yang menyediakan dana tersebut, atau sifat
keharusan untuk pembayaran biaya modal; sampai seberapa jauh kewenangan dan
campur tangan pihak penyedia dana itu dalam mengelola perusahaan; resiko yang
dihadapi perusahaan.
Fungsi
keuangan merupakan salah satu fungsi penting bagi perusahaan dalam kegiatan
perusahaan. Dalam mengelola fungsi keuangan salah satu unsur yang perlu
diperhatikan adalah seberapa besar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dana
yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Pemenuhan dana
ini bisa bersumber dari dana sendiri, modal saham maupun dengan hutang, baik
hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang.
Keputusan
pendanaan keuangan perusahaan akan sangat menentukan kemampuan perusahaan dalam
melakukan aktivitas operasinya dan juga akan berpengaruh terhadap resiko
perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan meningkatkan leverage maka perusahaan
ini dengan sendirinya akan meningkatkan resiko keuangan perusahaan. Dan
sebaliknya perusahaan harus memperhatikan masalah pajak, karena sebagian ahli
berpendapat bahwa penggunaan modal yang berlebihan akan menurunkan tingkat
profitabilitas. Untuk itu sebagian manajer tidak sepenuhnya mendanai
perusahaannya dengan modal tetapi juga disertai penggunaan dana melalui hutang
baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang karena terkait
dengan sifat penggunaan dari hutang tersebut yaitu bersifat mengurangi pajak.
Struktur modal optimal sebuah perusahaan
adalah kombinasi hutang dan ekuitas yang akan memaksimalkan harga saham.
Disetiap waktu, manajemen akan memiliki satu struktur modal sasaran yang
spesifik dalam pikirannya yang diasumsikan sebagai sasaran yang optimal,
meskipun hal ini dapat berubah dari waktuke waktu.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi struktur
modal sebuah perusahaan. Faktor tersebut adalah 1) risiko bisnis atau seberapa
berisiko saham perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan hutang, 2) risiko keuangan yang merupakan tambahan
risiko yang dikenakan pada pemegang saham biasa sebagai akibat dari keputusan
perusahaan untuk mempergunakan hutang, 3)
posisi perpajakan, 4) kebutuhan akan fleksibelitas keuangan dan
5) konservatisme atau agresivitas manajemen perusahaan.
Sebagaimana suatu industri yang
mempunyai struktur fixed cost yang tinggi, rumah sakit menghadapi
problem dalam investasi dan pengembangan program. Masalah ini terjadi apabila sumber daya
subsidi pemilik/pemodal berkurang,sementara
misi rumahsakit menuntut agar dalam
memberikan pelayanan, rumah sakit harus
melayani masyarakat tanpa membedakan status ekonominya. Akan tetapi, disisi lain kemampuan untuk
melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ekonomi lemah terkadang terhalang
oleh sistem birokrasi dan sistem reimbursement dari pemerintah yang
kurang cepat. Akibatnya,
terjadi berbagai isu ekonomi yang berkaitan dengan tarif rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta.Pada
prinsipnya tarif yang ada, cost-recovery-nya tidak memungkinkan rumah
sakit pemerintah untuk berkembang.
Kebutuhan untuk berkembang ini
semakin tinggi karena persaingan antar rumah sakit semakin besar. Fenomena yang
menarik, yaitu
adanya rumah sakit yang tidak mampu mengembangkan diri, ibarat seseorang yang
masuk lumpur pasir, semakin berusaha akansemakin terpuruk. Jika suatu rumah
sakit secara ekonomis tidak menarik bagi stafnya, mutu pelayanan akan semakin
turun. Hal ini berakibat menurunnya jumlah pasien atau melayani pasien yang
terbatas kemampuan membayar dan tuntutannya.
B.
TEORI STRUKTUR MODAL
Beberapa teori struktur
modal telah dikembangkan, khususnya untuk
menganalisis penggunaan hutang terhadap nilai perusahaan dan biaya modal. Dalam
hal ini, Sartono telah
mengemukakan tiga teori struktur modal yaitu: pendekatan laba bersih, atau net income (NI) approach, pendekatan
laba operasi bersih, atau net operating
income (NOI) approach dan pendekatan tradisional.
Pendekatan laba bersih mengasumsikan bahwa
investor mengkapitalisasi atau menilai perusahaan dengan tingkat kapitalisasi
yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat
biaya hutang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tngkat biaya hutang
konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal
rata-rata tertimbang akan semakin kecil. Jika biaya modal rata-rata tertimbang
semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang semakin besar, maka nilai
perusahaan akan meningkat. Nilai perusahaan meningkat jika perusahaan menggunakan hutang semakin besar.
Pendekatan laba operasi bersih mengasumsikan bahwa
investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan hutang oleh
perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang
konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama
diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba
bersih.Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri
dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat
keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai
akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal rata-rata
tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak
penting.
Pendekatan tradisional yang banyak dianut oleh
para praktisi dan akademis mengasumsikan, bahwa hingga satu leverage tertentu,
risiko perusahaan tidak mengalami perubahan, sehingga baik tingkat biaya hutang
maupun tingkat kapitalisasirelatif konstan. Tetapi setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya
modal meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri akan semakin besar dan bahkan
akan lebih besar dari pada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih
murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan
setelah leverage tertentu akan meningkat. Maka nilai perusahaan mula-mula
meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin
besar.Menurut pendekatan tradisional, terdapat struktur modal yang optimal
untuk setiap perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat
nilai maksimum atau struktur modal yang
mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang minimum.
Terkait dengan
struktur modal, terdapat beberapa teori sebagai berikut:
1. Agency Theory
Teori ini
dikemukakan oleh Michael C. Jansen dan William H. Meckling pada tahun 1976,
manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para
pedagang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga
mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan
baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai.
Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen,
pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat
diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang
disebut dengan biaya agensi.
Biaya agensi
menurut Horne dan Wachowic adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan
pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten
sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang
saham. Menurut Horne dan, salah satu pendapat dalam teori agensi adalah
siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti tanggungan
pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya
pengawasan, serta membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang
timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai
perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagi insentif
dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasan
yang diminta pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah obligasi yang beredar.
2. Signaling Theory
Isyarat atau signal
menurut Brigham dan Houston adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan
mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang
diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi
target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang
menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham
oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa
manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan
menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya
akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif
yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
3. Asymmetric Information Theory
Asymmetric
Information atau ketidaksamaan informasi adalah situasi di mana
manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek
perusahaan daripada yang dimiliki investor. Asimetri informasi ini terjadi
karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para
pemodal. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham
saat ini sedang over value (terlalu mahal). Kalau hal ini yang
diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik
menawarkan saham baru sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari
yang seharusnya.
Tetapi, pemodal
akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu
kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai dengan
persepsi pihak manajemen). Sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga
saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu emisi saham baru
akan menurunkan harga saham.
4. Pecking Order Theory
Teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal
financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan),
(b) Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan, maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu
dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang
berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih
belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada
suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri,
yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan
lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan.
Menurut Myers (1996), perusahaan lebih menyukai
penggunaan pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran
kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan
mengacu pada packing order theory adalah internal fund (dana
internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri).
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan
perusahaan untuk tidak perlu membuka diri lagi dari sorotan pemodal luar. Kalau
bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh sorotan dan
publisitas publik sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih
disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua alasan. Pertama
adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya
emisi saham baru, hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan
haraga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan
ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan
turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi
asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
C. FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL
1. Risiko Bisnis
Elton
dan Gruber (1995), menyatakan bahwa pengukuran beta suatu saham bisa dilakukan
dengan menggunakan Single Index Model.
Model ini berasumsi bahwa return saham berkorelasi dengan perubahan return
pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut bisa dilakukan dengan return
indeks pasar.
Suatu
sekuritas yang mempunyai beta lebih
besar dari satu (slope >1), berarti bahwa sekuritas tersebut
mempunyai risiko sistematis yang lebih besar daripada portofolio pasar sebagai
keseluruhan. Sekuritas semacam ini disebut investasi yang agresif, sebaliknya
suatu sekuritas yang mempunyai beta lebih kecil dari satu (slope <1),
berarti bahwa sekuritas tersebut mempunyai risiko sistematis yang lebih kecil
daripada portofolio pasar sebagai keseluruhan.Sekuritas semacam ini disebut
investasi yang defensif (Horne and
Wochowicz, 1995).
Variabilitas
pendapatan suatu perusahaan akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat penggunaan
modal asing, karena dapat digunakan sebagai jaminan dalam memenuhi beban tetap
yang harus ditanggung oleh perusahaan yang berupa hutang pokok dan bunga. Ada
dua buah resiko yang dihadapi oleh perusanaan yaitu risiko sistematis (systematic
risk) dan resiko tidak sistematis (unsystematic risk).Unsystematic
risk merupakan risiko yang dapat didiversifikasi, sebaliknya systematic
risk merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi.Systematic risk disebut juga risiko pasar. Jones (1996) mengatakan bahwa resiko sistematis
diukur dengan beta. Menurut Hartono, beta merupakan suatu pengukur volatilitas return
suatu sekuritas terhadap return pasar. Voltialitas merupakan fluktuasi
dari return-return suatu sekuritas atau portofolio. Jika fluktuasi return-return
sekuritas atau partofolio secara sistematik mengikuti fluktuasi dari return-return
pasar, maka beta dan sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1. Hal ini
menunjukkan bahwa resiko sistematik suatu sekuritas atau portofolio sama dengan
resiko pasar.
Moh'd,
Perry dan Rimbey, mengatakan perusahaan yang mempunyai resiko tinggi akan
kesulitan mencari dana eksternal. Hal ini konsisten dengan penemuan Chung
(1993; bahwa semakin tinggi resiko yang dihadapi perusahaan maka perusahaan
tersebut cenderung untuk mempunyai hutang yang sedikit.
2. Struktur Aktiva
Variabel
ini berhubungan dengan jumlah kekayaan (asset) yang dapat dijadikan
jaminan.Perusahaan yang lebih fleksibel cenderung menggunakan hutang lebih
besar dari pada perusahaan yang struktur aktivanya tidak fleksibel
(Wahidahwati, 2000). Investor akan selalu memberikan pinjaman bila ada jaminan.
Myers dan Majluf (1984) mengatakan bahwa komposisi aset perusahaan mempengaruhi
sumber pembiayaan. Brigham dan Gapensky (1996) mengatakan bahwa secara umum
perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutangakan lebih mudah mendapatkan hutang
daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Hasil dari
Moh'd et. al (1998), Ghosh et. al. (2000) dan Chung (1993) mengatakan
bahwa rasio aktiva tetap mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap
tingkat hutang perusahaan.
3. Profitabilitas
Brigham
dan Houston, mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengambilan yang tinggi
atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang
tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan
dana yang dihasilkan secara internal. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan
khususnya penelitian empiris yang telah dilakukan oleh Krishnan (1996), Badhuri
(2002), Moh’d (1998), dan Majumdar (1999) menunjukkan bahwa profitabilitas
berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Profitabilitas periode
sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan kebutuhan pendanaan. Dengan
laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan
sebelum menggunakan hutang.
Sesuai
dengan teori pecking order, yang
menyarankan bahwa manajer lebih senang menggunakan pembiayaan dari pertama,
laba ditahan, kemudian hutang, dan terakhir penjualan saham baru.Meskipun
secara teoritis sumber modal yang biayanya paling murah adalah hutang, kemudian
saham preferen dan yang paling mahal adalah saham biasa serta laba ditahan.
Sebagai perimbangan lain adalah bahwa direct
cost untuk pembiayaan eksternal lebih tinggi dibanding dengan pembiayaan
internal. Selanjutnya penjualan saham baru justru merupakan sinyal negatif
karena pasar menginterprestasikan perusahaan dalam keadaan kesulitan
likuiditas. Penjualan saham baru tidak jarang mengakibatkan terjadinya delusi
dan pemegang saham akan mempertanyakan kemana laba yang diperoleh selama ini.
Sedangkan
Modigliani dan Miller telah membuat penjelasan tentang pajak bunga, perusahaan
dengan tingkat keuntungan atau laba yang tinggi akan menggunakan hutang yang
besar untuk mendapatkan keuntungan dari pajak. Lebih jauh lagi dengan adanya
ketidak jelasan informasi, perusahaan dengan tingkat keuntungan atau laba yang
tinggi akan meningkatkan struktur modalnya (Jensen, 1986). Jika hal tersebut
benar, maka akan ada hubungan antara profitabilitas dengan kebutuhan pendanaan.
Hal ini kontras dengan teori pecking
order.
4. Ukuran Perusahaan
Dalam
penelitian ini ukuran perusahan diproxi dengan logaritma natural dari total aktiva. Menurut Riyanto, kebanyakan
perusahaan industri sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed
assets), akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen,
yaitu modal sendiri, sedang hutang sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat
dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial konservatif horisontal yang
menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup
jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan perusahaan
yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan
kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva
mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Moh’d
Larry dan James (1998) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa struktur aktiva
mempengaruhi keputusan modal yang dilakukan oleh manajer. Demikian pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Bhaduri (2002) yang menunjukkan adanya pengaruh
dari struktur aktiva terhadap keputusan modal. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Krishan (1996) pada perusahaan-perusahaan besar di negara industri juga
menunjukkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal.
Perusahaan
yang sudah well-establishedakan lebih
mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil. Karena
kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang
lebih besar pula.
Menurut
Brigham dan Houston, perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak
mengandalkan modal eksternal. Biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa
lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surathutang yang mendorong
perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan hutang. Namun pada saat yang sama
perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih
besar, yang cenderung mengurangi keinginan untuk menggunakan hutang.
Ukuran
perusahaan bisa dijadikan acuan untuk menilai kemungkinan kegagalan perusahaan
seperti:
a) Biaya
kebangkrutan adalah fungsi yang membatasi nilai perusahaan;
b) Perusahaan-perusahaan
besar biasanya lebih suka melakukan diversifikasi dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan kecil, dan memiliki kemungkinan untuk bangkrut lebih
kecil.
Maka
pernyataan ini bisa dijadikan sebagai petunjuk bahwa semakin besar ukuran
perusahaan (size), akan memberikan
kemungkinan bagi perusahaan untuk memiliki hutang yang semakin besar/tinggi
pula.
Oleh
karena itu, bisa diramalkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif
dengan struktur modal.Menurut pendapat Rajan dan Zingales, perusahaan besar
cenderung menerbitkan hutang lebih besar dibanding perusahaan kecil, hal ini
berarti ada hubungan antara ukuran perusahaan dengan struktur modal.Berbeda
dengan hasil penelitiannya bahwa dari hasil regresi sebagai proksi dan trade off theory menunjukkan kalau
ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2004), telah memberikan kesimpulan,
bahwa variabel ukuran perusahaan (size)
berpengaruh paling dominan terhadap struktur modal.
Selain itu, menurut Maness,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan struktur modal yang optimal,
yaitu:
1) Stabilitas Penjualan
Perusahaan
dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak
pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2) Operating Leverage
Perusahaan yang
mengurangi leverage operasinya lebih mampu untuk menaikkan penggunaan leverage
keuangan (hutang).
3) Corporate Taxes
Karena bunga tax-deductable,
ada sebuah keuntungan jika menggunakan hutang. Marginal tax rate perusahaan
yang lebih tinggi, maka keuntungan menggunakan hutang akan lebih tinggi, semua
yang lainnya dianggap sama.
4) Kadar resiko dari aktiva
Tingkat atau
kadar resiko dari setiap aktiva didalam perusahaan adalah tidak sama. Makin
panjang jangka waktu penggunaan suatu aktiva didalam perusahaan, makin besar
derajat resikonya, dan perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu
pengetahuan yang tiada henti, dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak
digunakannya suatu aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan.
5) Lenders dan rating agencies
Jika perusahaan
menggunakan hutang semakin berlebih, maka pihak lenders akan mulai meminta tingkat bunga yang lebih tinggi dan rating agencies akan mulai menurunkan
rating pada tingkat hutang perusahaan.
6) Internal cash flow
Tingkat internal
cash flow yang lebih tinggi dan lebih stabil dapat menjastifikasi sebuah
tingkat leverage lebih stabil.
7) Pengendalian
Banyak
perusahaan sekarang meningkatkan tingkathutangnya dan memulai dengan
menerbitkan hutang baru hingga repurchase outstanding commonstock.
Tujuan dari peningkatan hutang tersebut adalah untuk mendapatkan return yang
lebih tinggi, sedangkan pembelian kembali saham bertujuan untuk lebih
meningkatkan tingkat pengendalian.
8) Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi
seperti sekarang ini dan juga kondisi pada pasar keuangan dapat mempengaruhi
keputusan struktur modal. Ketika tingkat suku bunga tinggi, mungkin keputusan
pendanaan lebih mengarah pada short-term debt, dan akan dilakukan refinance
dengan long-term debt atau equity jika kondisi pasar memungkinkan.
9) Preferensi pihak manajemen
Preferensi
manajemen terhadap resiko dan gaya manajemen mempunyai peran dalam hubungannya
dengan kombinasi debt-equity perusahaan pada struktur modalnya.
10) Debt covenant
Uang yang
dipinjam dari sebuah bank dan juga penerbitan surat hutang dan terwujud melalui
serangkaian kesepakatan (debt covenant).
11) Agency cost
Agency cost adalah sebuah
biaya yang diturunkan guna memonitor kegiatan pihak manajemen untuk menjamin
bahwa kegiatan mereka selaras dengan persetujuan antara manajer, kreditur dan
juga para shareholders.
12) Profitabilitas
Perusahaan
dengan profitabilitas yang tinggi, dan penggunaan internal financing yang lebih
besar dapat menurunkan penggunaan hutang (rasio hutang).
D. PENELITIAN-PENELITIAN
TENTANG STRUKTUR MODAL
Berikut ini merupakan beberapa penelitian terkait
struktur modal.
1. Ghozali dan Hendrajaya (2000)
Penelitian
ini menganalisa hubungan antara leverage faktor dan penggunaan hutang
bank guna menganalisis pengaruh monitoring dan pengawasan bank pada struktur
modal optimal dengan mengetahui perbedaan perusahaan dengan hutang bank dan
tanpa hutang bank dalam karakteristik perusahaan serta pengaruhnya terhadap leverage
faktor. Model yang digunakan adalah alat regresi berganda baik secara
parsial/simultan.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan leverage faktor antara
perusahaan dengan hutang bank dan tanpa hutang bank. Variabel independen margin
laba dan profiitabilitas secara signifikan berpengaruh terhadap leverage faktor
baik pada perusahaan dengan hutang dan tanpa hutang bank, sedangkan variabel
independen volatilitas dan penjualan hanya berpengaruh terhadap perusahaan
tanpa hutang bank.
2. McCue dan Ozcan (1992)
Penelitian
yang dilakukan oleh ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari faktor-faktor
penentu struktur modal rumah sakit di California.Penelitian dilakukan terhadap
475 rumah sakit selama tahun 1982 hingga tahun 1987. Variabel-variabel bebas
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: asset structure, growth,
profitability, risk, size, tax shield, ownership affiliation, payment system,
dan market condition.
Hasil
penelitian inimenunjukkan bahwa, asset structure, growth, risk, size,
ownership affiliation, dan market condition berpengaruh signifikan terhadap
keputusan struktur modal.
3. Balakrishnan,
Srinivasan dan Isac Fox (1993)
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari karakteristik perusahaan terhadap
struktur modal.Penelitian dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur
di Amerika Serikat tahun 1978 sampai dengan tahun 1987. Variabel-variabel yang
digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: earnings
volatility, depreciation, R&D intensity, dan growth opportunities.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik perusahaan atau faktor-faktor
yang menjadi penentu struktur modal adalah: risiko yang diukur dengan earnings
volatility, depreciation dan advertising.
4. Saidi
(2004)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
ukuran perusahaan (size), risiko bisnis (business risk),
pertumbuhan aktiva (growth of assets), profitabilitas (profitability),
struktur kepemilikan (ownership structure) terhadap struktur
modal baik secara simultan maupun parsial.
Penelitian
dilakukan terhadap perusahaan manufakturgo
public di Bursa Efek Jakarta tahun 1997-2002. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara
simultan ukuran perusahaan, Risiko bisnis, Pertumbuhan aktiva, profitabilitas,
dan struktur kepemilikan perusahaan
secara bersama – sama berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modal yang akan digunakan
atau diterapkan. Risiko bisnis tidak diperhatikan oleh manajer dalam
pengambilan keputusan mengenai struktur modalnya, hal ini tampak dari pengaruh
parsial dari risiko bisnis terhadap struktur modal yang tidak signifikan.
E. PENUTUP
Salah
satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Di dalam melakukan
tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu variasi dalam
pembelanjaan, dalam arti kadang-kadang perusahaan lebih
baik menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt)
kadang-kadang perusahaan lebih baik kalau menggunakan dana yang bersumber
dari modal sendiri (equity).
Oleh
karena itu, manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi
suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang jumlah modal
sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, perlu diperhitungkan
berbagai faKtor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan
aktiva, profitabilitas, dan struktur kepemilikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agrawal, and G Madelker. 1987. ”Managerial Incentive and
Corporate Investment and Financing Decision”, Journal of Finance,
42, 823- 837.
Ariyanto, Taufik. 2002.Pengaruh Struktur Pemegang Saham Terhadap Struktur Modal Perusahaan,
Jurnal Manajemen Indonesia, Vol. 1, p. 64-71.
Prayogo, J. 2002Analisa Struktur Modal Industri Manufaktur
di BEJ Beserta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Thesis MM, Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Rizal, Muhammad. 2002.Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur di BEJ tahun 1997-2002.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar