I.
ANTENATAL
CARE (ANC)
1.
Pengertian Pelayanan Antenatal
Standar
pemeriksaan dan pemantauan antenatal adalah standar pelayanan kehamilan
yang bertujuan memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan umum dan
tumbuh kembang janin, mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, deteksi risiko tinggi (anemi,
kurang gizi, hipertensi, penyakit menular seksual), memberikan pendidikan kesehatan
serta mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin (Depkes RI).
Antenatal
Care adalah perawatan yang ditujukan kepada ibu hamil,
yang bukan saja bila ibu sakit dan memerlukan perawatan, tetapi juga pengawasan
dan penjagaan wanita hamil agar tidak terjadi kelainan sehingga mendapatkan ibu
dan anak yang sehat(Mochtar, 1998).
Pelayanan
antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin
dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin (Saifuddin, dkk.,
2000).
2.
Standar Pelayanan Antenatal Care
Ada
tujuh standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan
yang dikenal dengan 7 T, yaitu:
1. Timbangan berat
badan (BB)
2. Pemberian Tetanus Toksoid
(TT)
3. Ukuran tekanan Darah
(TD)
4. Ukuran tinggi Fundus
Uterus (TFU)
5. Pemberian Fe
6. Tes penyakit menular
seksual (PMS)
7. Temu Wicara
3.
Tujuan Antenatal Care
Tujuan
Antenatal care adalah pengawasan kehamilan untuk mendapatkan
hal sebagai berikut:
·
Memantau kemajuan kehamilan untuk
memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
·
Meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi
·
Menegakkan secara dini penyakit yang
menyertai kehamilan
·
Menegakkan secara dini komplikasi
kehamilan
·
Menyiapkan persalinan menuju wellborn
baby dan well health mother.
·
Mempersiapkan memelihara bayi
Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran.bayi
·
Membantu menyiapkan ibu untuk menysui
dengan sukses, menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologis
dan sosial
4.
Prasyarat Pemeriksaan dan
Pemantauan Antenatal
§ Bidan
mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas, termasuk penggunaan
KMS Ibu hamil dan kartu pencatatan hasil pemeriksaan kehamilan (Kartu Ibu).
§ Alat
untuk pelayanan antenatal tersedia dalam keadaan baik dan berfungsi, antara
lain: stetoskop, tensimeter, meteran kain, timbangan, pengukur lingkar lengan
atas, stetoskop janin.
§ Tersedia
obat dan bahan lain, misalnya : vaksin TT, tablet besi dan asam folat dan obat
antimalaria (pada daerah endemis malaria), alat pengukur Hb sahli
§ Menggunakan
KMS ibu hamil / buku KIA, kartu ibu
§ Terdapat
sistem rujukan yang berfungsi dengan baik, yaitu ibu hamil risiko tinggi atau
mengalami komplikasi dirujuk agar mendapatkan pertolongan yang memadai
5.
Proses pemeriksaan dan pemantauan
antenatal
Bidan harus:
a) Bersikap ramah,
sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan.
b) Pada kunjungan pertama,
bidan;
o
Melakukan anamnesis riwayat dan mengisi
KMS Ibu hamil/ KIA, kartu ibu secara lengkap
o
Memastikan bahwa kehamilan diharapkan
o
Tentukan hari taksiran persalinan (HTP).
Jika hari pertama haid terakhir (HPHT) tidak diketahui, tanyakan kapan pertama
kali dirasakan pergerakan janin dan cocokkan dengan hasil pemeriksaan tinggi
fundus uteri. Jelaskan bahwa hari taksiran persalinan hanyalah suatu perkiraan.
o
Memeriksa kadar Hb
c) Pada setiap
kunjungan, bidan harus:
o
Menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis
ibu hamil
o Memeriksa
urine untuk tes protein dan glukosa urine atas indikasi. Bila ada kelainan, ibu
dirujuk.
o
Mengukur berat badan dan lingkar lengan
atas. Jika beratnya tidak bertambah, atau pengukuran lengan menunjukkan kurang
gizi, beri penyuluhan tentang gizi dan dirujuk untuk pemeriksaan dan pengobatan
lebih lanjut
o
Mengukur tekanan darah dengan posisi ibu
hamil duduk atau berbaring, posisi tetap sama pada pemeriksaan pertama maupun berikutnya.
Letakkan tensimeter di permukaan yang datar setinggi jantungnya. Gunakan selalu
ukuran manset yang sesuai. Ukur tekanan darah. (tekanan darah diatas 140/90
mmHg, atau peningkatan diastole 15 mmHg/ lebih sebelum kehamilan 20 minggu,
atau paling sedikit pada pegukuran dua kali berturut-turut
o
pada selisih waktu 1 jam, berarti ada
kenaikan nyata dan ibu perlu dirujuk).
o
Periksa Hb pada kunjungan pertama dan
pada kehamilan 28 minggu atau lebih sering jika ada tanda-tanda anemia. Pada
daerah endemis malaria beri profilaksis dan penyuluhan saat kunjungan pertama.
o
Tanyakan apakah ibu hamil meminum tablet
zat besi sesuai dengan ketentuan dan apakah persediaannya cukup. Tablet zat
besi berisi 60mg zat besi dan 500mikrogram asam folat paling sedikit diminum satu
tablet sehari selama 90 hari berturut-turut. Ingatkan ibu hamil agar tidak
meminumnya dengan teh/kopi.
o
Tanyakan dan periksa tanda /gejala
Penyakit Menular Seksual (PMS), dan ambil tindakan sesuai dengan ketentuan
o
Tanyakan apakah ibu hamil merasakan
perdarahan, nyeri epigastrium, sesak nafas, nyeri perut, demam.
o
Lakukan pemeriksaan fisik ibu hamil
secara lengkap. Periksalah payudara, lakukan penyuluhan dan perawatan untuk
pemberian ASI eksklusif. Pastikan bahwa kandung kencing ibu kosong sebelum diperiksa
o
Ukur tinggi fundus uteri dalam cm dengan
menggunakan meteran kain. (sesudah kehamilan lebih dari 24 minggu tinggi fundus
dalam cm diukur dari simfisis pubis sampai ke fundus uteri, sesuai dengan umur
kehamilan dalam minggu)
o
Tanyakan apakah janin sering bergerak
dan dengarkan denyut jantung janin.Rujuk jika tidak terdengar atau pergerakan
janin menurun pada bulan terakhir kehamilan
o
Beri nasihat tentang cara perawatan diri
selama kehamilan, tanda bahaya pada kehamilan, perawatan payudara, kurang gizi
dan anemia.
o
Dengarkan keluhan yang disampaikan ibu
dengan penuh minat dan beri nasihat atau rujuk jika diperlukan. Ingat, semua
ibu memerlukan dukungan moril selama kehamilannya.
o
Bicarakan tentang tempat persalinan,
persiapan transportasi untuk rujukan jika diperlukan. Beri nasihat mengenai
persiapan persalinan
o
Catat semua temuan pada KMS Ibu Hamil/
buku KIA, kartu ibu. Pelajari semua temuan untuk menentukan tindakan
selanjutnya, termasuk rujukan.
II.
DESA
SIAGA/SUAMI SIAGA
F SUAMI SIAGA
Suami SIAGA adalah kondisi kesiagaan suami dalam
upaya memberikan pertolongan dalam merencanakan dan menghadapi kehamilan,
persalinan dan nifas terhadap istrinya. Suami siaga dapat mengandung tiga hal,
yaitu:
-
Siap,
suami hendaknya waspada dan bertindak atau mengantisipasi jika melihat tanda
bahaya kehamilan.
-
Antar,
suami hendaknya merencanakan angkutan dan menyediakan donor darah jika
diperlukan.
-
Jaga,
suami hendaknya mendampingi istri selama proses dan selesai persalinan.
Suami Siaga
Suami Siaga
Dalam konsep suami siaga, seorang suami dengan istri
yang sedang hamil diharapkan siap mewaspadai setiap risiko kehamilan yang
muncul, menjaga agar istri tidak melakukan hal-hal yang mengganggu kesehatan
dan kehamilannya, serta segera mengantar ke rujukan terdekat bila ada
tanda-tanda komplikasi kehamilan. Jika peran siaga ini dijalankan, diharapkan
keterlambatan yang kerap menjadi penyebab kematian ibu melahirkan tidak
terjadi. SIAGA posisi yang berkaitan dengan prilaku positif, yaitu:
-
Siap berarti harus siap/ disiapkan
menemani istri
-
Antar berarti harus diangkut/mendapatkan
naik
-
Jaga menterjemahkan untuk menjaga
(selalu oleh istrimu selama dan setelah penyampaian)
Partisipasi suami yang dapat dilakukan
antara lain meliputi:
1. Membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan istri yang
sedang hamil.
2. Memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istri.
3. Mengajak dan mengantar istri untuk memeriksakan kehamilan ke
fasilitas kesehatan terdekat minimal 4 kali selama kehamilan.
4. Memenuhi kebutuhan gizi bagi istrinya agar tidak terjadi anamia
gizi dan memperoleh istirahat yang cukup.
5. Mempelajari gejala komplikasi pada kehamilan seperti darah
tinggi, kaki bengkak, perdarahan, konsultasi dalam melahirkan, keracunan dalam
kehamilan, infeksi dan sebagainya.
6. Menyiapkan biaya melahirkan dan biaya transportasi.
7. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap
sedini mungkin bila terjadi hal-hal yang menyangkut kesehatan kehamilan dan
kesehatan janin misal perdarahan dan lain-lain.
8. Menentukan tempat persalinan (fasilitas kesehatan) sesuai dengan
kemampuan dan kondisi daerah masing-masing.
Trimester pertama: masa penuh gejolak emosi
Beberapa hal yang bisa terjadi pada
trimester pertama:
1. Sering mual-mual dan muntah, terutama pada pagi hari , karena
mengalami morning sickness
2. Menjadi cepat lelah dan mudah mengantuk
3. Mungkin tiba-tiba meminta atau menginginkan sesuatu yang ”aneh”
atau biasa disebut ngidam
4. Semula tampak gembira, namun dalam beberapa detik bisa mendadak
menangis tersedu-sedu, merasa tertekan dan sedih , tanpa sebab yang jelas atau
karena masalah sepele.
Yang
dapat suami lakukan:
1. Bawakan krekers dan air putih atau jus buah ke tempat tidur.
Sehingga, begitu istri bangun dan morning sickness mendera, keluhan yang
dirasakannya langsung hilang., berkat perhatian dan kasih sayang yang suami
berikan.
2. Buatlah istri merasa nyaman, sehingga dapat beristirahat dan
cukup tidur. Misalnya, memutar lagu-lagu yang lembut.
3. Bersiaplah menghadapi ”ujian” untuk mengukur seberapa besar
cinta suami kepada istri. Jangan kaget bila istri menginginkan sesuatu yang
”aneh” di tengah malam. Karena istri sedang ngidam. Bila mampu, tak ada
salahnya memenuhi permintaannya. siapa tau suami ”lulus ujian” dengan nilai
cemerlang nantinya.
4. Tunjukan rasa bahagia dan antusias terhadap janin dalam
kandungan. Sapaan ekspresif terhadap si kecil, misalnya ”hallo, lagi ngapain di
situ?” atau seruan ”Woa...” sudah merupakan dukungan mental yang menyenangkan
hati. Juga, ungkapkan perasaan cinta Anda padanya karena pada saat-saat seperti
ini istri membutuhkan perhatian dan kasih sayang suami lebih dari biasanya.
Trimester kedua: masa-masa bahagia
Yang
dapat suami lakukan yaitu:
1. Tetap menunjukkan kalau anda mengerti dan memahami benar
perubahan emosi yang cepat serta perasaan lebih peka yang dialaminya, sebab ini
wajar dan alami terjadi pada ibu hamil.
2. Dampingi dan antarlah selalu pasangan setiap kali berkunjung ke
dokter kandungan untuk memeriksakan kandungannya.
3. Dampingi dan berpatisipasilah secara aktif di kelas senam hamil
(senam Lamaze) bersamanya. Ajaklah
dia untuk kembali menikmati hubungan seks.
Trimester ketiga: takut dan cemas menghadapi hari-H
Beberapa
hal yang bisa terjadi pada trimester ketiga:
1. Semakin dekat dengan hari-H, biasanya dia merasa semakin takut
dan cemas.
2. Merasa penampilannya tidak menarik karena perubahan bentuk
fisiknya.
3. Sering mengeluh sakit, pegal, ngilu, dan berbagai rasa tidak
nyaman pada tubuhnya, terutama pada punggung dan panggul, karena bayi sudah
semakin besar dan sudah mulai menyiapkan diri untuk lahir.
4. Mengeluh sulit tidur karena perutnya yang semakin membesar itu
akan membuatnya tidak nyaman ketika berbaring.
Yang
dapat suami lakukan:
1. Bantu pasangan untuk mengatasi rasa cemas dan takut dalam
menghadapi proses persalinan. Misalnya, dengan mengalihkan perhatiannya dengan
cara mengajaknya berbelanja keperluan si kecil.
2. Pujilah kalau dia tetap cantik dan menarik, berbagai perubahan
fisik tidak sedikitpun mengurangi kadar cinta Anda padanya.
3. Bantulah meringankan berbagai keluhan. Misalnya, dengan memijat
pegal-pegal di belakang tubuhnya.
Bersiaplah untuk
membantu dan menemaninya saat dia sulit tidur
F
DESA
SIAGA
Desa
siaga adalah sebuah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk
mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan
kesehatan) secara mandiri. (KEPMENKES NO 564/MENKES/SK/VIII/2006).
Sebuah
desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki
sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (PKD/Poskesdes). Salah satu bentuk
pembinaannya yaitu menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap
tatanan dalm masyarakat.
Pengembangan
Desa Siaga penting untuk dilaksanakan karena Desa Siaga merupakan basis bagi
Indonesia sehat 2010. Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan pendekatan
penggerakan dan pengorganisasian masyarakat agar kelestariannya lebih terjamin.
Untuk keberhasilan pengembangan Desa Siaga, puskesmas dan jaringannya, rumah
sakit dan Dinkes Kabupaten/Kota perlu direvitalisasi. Berbagai pihak yang
bertangung jawab untuk pengembangan Desa Siaga (stakeholders) diharapkan dapat
berperan optimal sesuai tugasnya, agar pengembangan Desa Siaga berhasil.
Desa Siaga juga dapat
merupakan pengembangan dari konsep Siap-Antar-Jaga, sehingga diharapkan pada
gilirannya akan menjadi Desa Siaga dan selanjutnya Desa Sehat yang dilengkapi
komponen-komponen yaitu dikembangkannya pelayanan kesehatan dasar dan UKBM,
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di kalangan masyarakat, diciptakannya
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kegawatdaruratan dan bencana, serta
sistem pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat.
Sebagaimana
diketahui, secara elementer komponen dari manajemen adalah 3 P, yaitu P1 -
Perencanaan (terdiri atas Persiapan, Pembentukan Tim, Penyusunan Pedoman,
Penerbitan Peraturan Perundang-undangan, Penganggaran. dan Iain-Iain). P2 -
Penggerakan Pelaksanaan (terdiri atas Pemilihan Desa, Pengadaan SDM, Pengadaan
Sarana, Pelaksanaan Kegiatan). dan P3 - Pemantauan, Pengawasan dan Penilaian.
Kesemuanya itu harus tertampung sebagai tugas/peran dari jajaran kesehatan dan
pemangku kepentingan lainnya yang terkait (sesuai dengan kewenangan menurut
Otonomi Daerah). Dengan
demikian, maka pelaksanaan konsep dan kebijakan Desa Siaga akan berjalan dengan
sukses.
A.
Tujuan Desa Siaga
1.
Tujuan Umum:
Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli dan
tanggap terhadap masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawat daruratan
kesehatan) di desanya.
2.
Tujuan Khusus:
a.
Meningkatnya
pengetahuan dan kesadearan masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan dan
melaksanakan perilaku hidup bersih.
b.
Meningkatnya
kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan.
c.
Meningkatnya
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit, dan sebagainya
).
d.
Meningkatnya
kesehatan lingkungan di desa.
B. Sasaran
Pengembangan Desa Siaga.
Sasaran pengembangan Desa Siaga adalah:
1.
Semua
individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat,
peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2.
Pihak-pihak
yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga di desa atau
dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut yaitu
tokoh-tokoh pemerintahan/ masyarakat/ agama/ perempuan/ pemuda, PKK, Karang
Taruna, media massa, dan lain-lain.
3.
Pihak-pihak
yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan,
dana, tenaga, sarana, dan lain-lain. Yaitu Kepala Desa, Camat, Pejabat
pemerintahan lainnya, dunia usaha, donatur dan stakeholders lainnya.
C.
Kriteria
Desa Siaga
1.
Memiliki Pos Kesehatan Desa
(poskesdes) sbg UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat), (dapat dikembangkan
dari Pondok Bersalin Desa) yang juga berfungsi memberikan pelayanan kesehatan
dasar.
Pos Kesehatan
Desa (Poskesdes) Dalam Desa Siaga
a. Pengertian Poskesdes
Poskesdes adalah upaya UKBM yang
dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/ menyediakan pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dapat dikatakan sebagai sarana kesehatan
yang merupakan pertemuan antara upaya-upaya masyarakat dan dukungan pemerintah.
Pelayanannya meliputi upaya-upaya
promotif, preventif, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
(terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya. Sasarannya adalah Ibu, bayi,
anak balita, wanita usia subur, usila, dan masyarakat lainnya.
b. Kegiatan Poskendes
Poskesdes
diharapkan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat desa, sekurang-kurangnya:
· Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama
penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, dan
faktor-faktor resikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang
beresiko.
·
Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, serta faktor-faktor resikonya (termasuk kurang
gizi).
·
Kesiapsiagaan dan penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
·
Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
· Kegiatan-kegiatan lain, yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan
keluarga sadar gizi, peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
penyehatan lingkungan, dan lain-lain, merupakan kegiatan pengembangan.
Poskesdes
juga diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain
yang dibutuhkan masyarakat desa (misalnya Warung Obat Desa, Kelompok Pemakai
Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain). Dengan demikian, Poskesdes
sekaligus berperan sebagai coordinator dan UKBM-UKBM tersebut.
c. Sumber Daya Poskendes
Poskesdes
diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan), dengan dibantu
oleh sekurang-kurangnya dua orang kader.
Untuk
menyelenggarakan Poskesdes harus tersedia sarana fisik bangunan, perlengkapan,
dan peralatan kesehatan. Guna kelancaran komunikasi dengan masyarakat dan
dengan sarana kesehatan (khususnya Puskesmas), Poskesdes seyogyanya memiliki
juga sarana komunikasi (telepon, ponsel, atau kurir).
Pembangunan
saranan fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, yaitu dengan
urutan alternative sebagai berikut:
· Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada
menjadi Poskesdes.
· Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW,
Balai Desa, Bali Pertemuan Desa, dan lain-lain.
· Membangun baru, yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau
Daerah), donator, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.
2.
Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM)
UKBM merupakan wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar
kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan
bimbingan petugas Puskesmas. lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. UKBM
dapat berupa antara lain :
a. Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu). Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang
dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat guna
memberikan kemudahan kepada masyarakat, utamanya dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar untuk menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB).
b.
Posyandu Usila. Posyandu Usila merupakan wahana
pelayanan bagi kaum usia lanjut (usila), yang dilakukan dari, oleh dan untuk
kaum usila. Titik berat pelayanannya pada
upaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif.
c.
Pondok Bersalin Desa (Polindes). Polindes adalah
salah satu UKBM yang dibentuk dalam upaya mendekatkan dan memudahkan masyarakat
untuk memperoleh
pelayanan profesional Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana
(KB), yang dikelola oleh Bidan Di Desa (BDD) dan pamong desa.
d.
Pos Obat Desa (POD) atau Warung
Obat Desa (WOD). POD atau WOD adalah wahana edukasi dalam rangka alih
pengetahuan dan keterampilan tentang obat dan pengobatan sederhana dari petugas
kepada kader dan dari kader kepada masyarakat, guna memberikan kemudahan dalam
memperoleh obat yang bermutu dan terjangkau. Sasarannya adalah: kelompok
masyarakat yang masih rendah keterjangkauannya dalam hal obat dan pengobatan.
e.
Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos
UKK). Pos UKK adalah wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan
pekerja. diselenggarakan oleh masyarakat pekerja yang memiliki jenis kegiatan
usaha yang sama dalam meningkatkan produktivitas kerja.
f.
Saka Bhakti Husada (SBH) . SBH adalah wadah
pengembangan minat, pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan bagi
generasi muda, khususnya anggota
Gerakan Pramuka, untuk mernbaktikan dirinya
kepada masyarakat di lingkungan sekitar.
g. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren).
Poskestren merupakan
wahana dalam mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pondok pesantren
dengan prinsip dari, oleh, dan untuk
warga pondok pesantren, yang mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif.
3.
Memiliki sistem surveilans
(penyakit, gizi, kesling, & PHBS) berbasis masyarakat yang berfungsi dengan
baik
a. Pengertian
Surveilans berbasis masyarakat
adalah pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap masalah-masalah
kesehatan dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi atau menyebabkan
masalah-masalah tersebut. Pemantauan ini dilakukan melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus.
Selanjutnya
hasil pemantauan oleh masyarakat diinformasikan kepada petugas kesehatan atau
unit yang bertanggung jawab untuk dapatnya diambil tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh masyarakat
merupakan kegiatan dalam rangka kewaspadaan dini terhadap ancaman muncul atau
berkembangnya penyakit/masalah kesehatan yang disebabkan antara lain oleh
status gizi, kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.
Beberapa
contoh penyakit dan masalah kesehatan yang sering muncul di masyarakat dan
cenderung menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah: diare, demam berdarah
dengue, malaria, campak, Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), dan keracunan
makanan. Sedangkan faktor-faktor risikonya dapat berupa gizi
buruk, perilaku yang merugikan kesehatan, dan lingkungan yang tidak sehat.
b. Tujuan
Secara umum tujuan dari
surveilans berbasis masyarakat adalah terciptanya sistem kewaspadaan dan
kesiapsiagaan dini di masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya penyakit dan
masalah-masalah kesehatan yang akan mengancam dan merugikan masyarakat yang
bersangkutan. Sedangkan secara khusus, surveilans berbasis masyarakat
bertujuan agar:
1)
Masyarakat mengetahui secara
dini tanda-tanda akan timbulnya penyakit atau masalah-masalah kesehatan lain,
dan melaporkannya kepada petugas kesehatan.
2)
Masyarakat mengetahui secara
dini tanda-tanda akan timbulnya masalah lingkungan di wilayahnya sebagai faktor
risiko (yaitu misalnya tentang persediaan air bersih, pembuangan air limbah,
jamban, pengelolaan sampah, dan perumahan yang meliputi ventilasinya,
pencahayaannya, kepadatan huninya, dan Iain-Iain).
3)
Masyarakat mengetahui secara
dini tanda-tanda akan timbulnya masalah gizi sebagai faktor risiko.
4)
Masyarakat mengetahui secara
dini berkembangnya perilaku hidup di kalangan warga yang merugikan kesehatan.
baik perorangan, keluarga maupun masyarakat, sebagai faktor risiko.
c. Kegiatan
Diharapkan
masyarakat melaporkan segera kepada petugas kesehatan atau unit terkait bila
ditemukan kasus penyakit, masalah gizi, masalah lingkungan atau penyimpangan
perilaku yang terjadi pada masyarakat di wilayahnya. Setelah laporan
disampaikan oleh masyarakat kepada petugas kesehatan atau unit terkait, tindakan
penanggulangan segera dilakukan oleh yang berwenang. Dalam pelaksanaannya,
surveilans berbasis masyarakat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
1) Sosialisasi
kepada masyarakat
2) Advokasi
kepada pengambil kebijakan
3) Identifikasi
kasus laporan dari masyarakat
4) Pengolahan,
analisis dan interpretasi data
5)
Penyebaran informasi kepada
masyarakat dan unit terkait
6)
Rekomendasi dan
penyampaian alternatif tindak lanjut.
7) Tindak
lanjut.
4.
Memiliki sistem pelayanan gawat
darurat (safe community) berbasis masyarakat yang berfungsi dengan baik
a.
Pengertian
Kesiapsiagaan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat adalah upaya yang dilakukan
masyarakat untuk mengantisipasi
terjadinya kegawatdaruratan sehari-hari dan bencana, melalui langkah-langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.
b.
Tujuan
Secara umum tujuan dari kesiapsiagaan
dan penanggulangan keadaan darurat dan bencana adalah masyarakat mampu
mengenali, mengurangi, mencegah, dan menanggulangi keadaan darurat sehari-hari
dan bencana serta faktor-faktor yang dapat menimbulkan keadaan tersebut.
c. Kegiatan
Titik berat dari konsep kesiapsiagaan
masyarakat adalah kegiatan pencegahan dan promosi kesehatan. Kesiapsiagaan
masyarakat harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan saling mendukung
antara masyarakat dan tenaga kesehatan. Masing-masing unsur harus berperan dengan pembagian tugas
sebagai berikut:
1)
Masyarakat
a)
Mengenali, mengurangi dan
mencegah faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah kesehatan maupun
kegawatdaruratan sehari-hari.
b)
Meningkatkan kemampuan
mengatasi masalah kesehatan, khususnya masalah kegawatdaruratan sehari-hari dan
bencana.
c) Mengenai kondisi lingkungan di
desa/kelurahan. Misal: lokasi sekolah, lokasi peternakan, dan Iain-Iain.
d) Mengenal kondisi yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan di desa/kelurahan. Misal: sampah pasar yang berserakan,
saluran air limbah yang tersumbat, sungai yang tercemar, sumur yang tidak
mempunyai bibir, dan lain-lain.
e) Melakukan kegiatan yang bersifat pencegahan.
Misal: pembuatan bibir sumur, pembuatan jamban keluarga, pembersihan
lingkungan, dan lain-lain.
f) Melakukan kegiatan yang bersifat promosi
terhadap kesehatan. Misal: penyuluhan kebersihan lingkungan, pemanfaatan
tanaman obat, bahaya obat terlarang, membiasakan diri pola hidup sehat dan
Iain-Iain.
g) Peningkatan kemampuan di bidang penanganan
kegawatdaruratan sehari-hari. Misal: pelatihan P3K, penanganan anak sakit,
pembuatan dan pemanfaatan oralit, tata cara perbaikan kualitas air bersih,
sanitasi, pembuangan kotoran, tata cara pencegahan. dan pemberantasan penyakit,
dan lain-lain.
h) Melaporkan masalah kesehatan yang ada kepada
petugas kesehatan. Misal:
kematian, kelahiran, kecelakaan, dan Iain-Iain.
2)
Tenaga
Kesehatan
Dukungan tenaga kesehatan, khususnya
Puskesmas, dapat dilakukan melalui :
a) Penyediaan informasi dan konsultasi
kesehatan.
b) Pelatihan Kader.
c) Pelayanan kegawatdaruratan sehari-hari.
d) Upaya pemulihan kesehatan.
e) Pembiayaan Kesehatan Berbasis Masyarakat.
Pengembangan lingkungan yang sehat di desa diarahkan kepada
terciptanya lingkungan yang tertata dengan baik. bebas dari pencemaran,
sehingga menjamin kesehatan bagi warga/masyarakat desa. Adapun aspek-aspek yang
perlu dicakupi dalam rangka pengembangan lingkungan sehat ini antara Iain
adalah sebagai berikut:
a)
Perumahan:
mengupayakan terciptanya rumah-rumah penduduk yang sehat (rumah
sehat) dengan lingkungan permukiman yang nyaman, aman. dan sehat.
b)
Udara:
menjaga agar udara
di desa tetap segar dan bersih, bebas dari polusi udara seperti asap knalpot,
asap pabrik, partikel-partikel debu, dan Iain-Iain.
c)
Air
menjaga agar mata air, air sungai dan sumber air lain bersih dan
bebas dari polusi seperti buangan limbah pabrik, sampah, pestisida/pupuk, dan
Iain-Iain. Selain itu juga mengupayakan adanya penyediaan air bersih yang layak
minum bagi penduduk desa.
d)
Limbah
Padat. mengupayakan agar pembuangan sampah
rumah tangga dikelola dengan baik. sehingga tidak mencemari lingkungan,
Demikian juga sampah dari tempat-tempat lain seperti pasar pabrik, dan
Iain-Iain.
e)
Limbah
Cair. mengupayakan agar limbah cair dari rumah
tangga, pabrik. dan pusat-pusat kegiatan lain dikelola dengan baik, sehingga
tidak mencemari lingkungan.
f)
Tempat
Umum: mengupayakan agar tempat-tempat umum
seperti pasar, terminal, sekolah, dan lain-lain memenuhi syarat-syarat
kesehatan serta dikelola dengan baik dan benar.
5.
Memiliki sistem pembiayaan
kesehatan berbasis masyarakat (mandiri dalam pembiayaan kesehatan)
Secara umum terdapat dua bentuk sumber
pendanaan dari masyarakat yang dapat digali untuk digunakan dalam peningkatan
upaya kesehatan, yaitu dana masyarakat yang bersifat aktif dan dana masyarakat
yang bersifat pasif.
a) Dana Masyarakat yang Bersifat Aktif
Dana masyarakat yang bersifat aktif
adalah dana yang secara khusus digali atau dikumpulkan oleh masyarakat yang
digunakan untuk membiayai upaya kesehatan. Sering disebut dengan Dana Sehat.
Dana Sehat merupakan suatu upaya dari,
oleh, dan untuk masyarakat yang diselenggarakan berdasarkan azas gotong-royong
dan bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan anggotanya, melalui usaha
perhimpunan dana secara praupaya guna menjamin pemeliharaan kesehatan.
Pada
dasarnya, pengertian dana sehat mencakup tiga hal pokok :
(1) Adanya kesepakatan berdasarkan prinsip gotong-royong
dari sekelompok masyarakat guna mengumpulkan sejumlah dana untuk pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan.
(2) Adanya upaya pengembangan suatu bentuk
pemeliharaan kesehatan yang sesuai dengan dan dapat memenuhi kebutuhan kelompok
masyarakat tersebut.
(3) Adanya sistem pengelolaan dari dana yang
terkumpul, sehingga mampu menjamin pemeliharaan kesehatan bagi anggotanya
secara berkesinambungan.
Dalam
pengembangannya, pengelolaan Dana Sehat dapat dikaitkan dengan suatu usaha
tertentu. Persentase tertentu dari hasil usaha disisihkan untuk digunakan dalam
meningkatkan upaya kesehatan bagi anggotanya.
Berbagai
cara pengumpulan dana masyarakat yang bersifat aktif antara lain melalui iuran,
arisan, sumbangan, jimpitan, dan penyisihan hasil usaha. Berbagai bentuk dana
sehat yang telah berkembang di masyarakat antara lain Tabungan Ibu Bersalin,
Arisan Jamban Keluarga, Jaminan Ibu Bersalin, Dana sosial Ibu Bersalin, Arisan
Tabungan Amal Sehat, Dana Sehat Kelompok Usaha Bersama.
b) Dana Masyarakat Yang Bersifat Pasif
Dana masyarakat
yang bersifat pasif adalah pemanfaatan dana yang sudah ada di masyarakat untuk
membiayai upaya kesehatan.
Salah satu bentuk
dana pasif adalah dana sosial keagamaan, yaitu misalnya dana yang berasal dari zakat, infaq, shodaqoh, wasiat, hibah,
waris, dana kolekte, dana persembahan, dana diakonia, dana aksi puasa,
dana punia, dan dana
paramita yang dikelola dan didistribusikan sesuai ajaran agama.
Saat ini pemanfaatan dana sosial keagamaan untuk pelayanan kesehatan telah
dilakukan oleh berbagai pengelola dana masing-masing, baik dari agama Islam,
maupun Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha. Namun pemanfaatannya masih
terbatas pada upaya bantuan untuk berobat sewaktu sakit (kuratif) serta bakti
sosial, sehingga dirasakan belum optimal.
Bentuk dana pasif
lain adalah penyisihan dana sosial kemasyarakatan yang telah terkumpul di
masyarakat untuk membiayai upaya kesehatan. Salah satu contoh dana sosial
kemasyarakatan adalah dana rareongan sarumpi yang pernah dilakukan di
Provinsi Jawa Barat.
Dana masyarakat
yang terkumpul dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan yang mendukung
terselenggaranya Desa Siaga. Beberapa kegiatan yang dapat memanfaatkan dana masyarakat antara lain:
1) Pembangunan Poskesdes dan pengembangan UKBM.
2) Upaya pemberdayaan masyarakat seperti
kemitraan antara bidan dengan dukun bayi,
lokakarya mini dengan tokoh
masyarakat dalam upaya mengembangkan komponen pemberdayaan masyarakat, dan
Iain-Iain.
3) Upaya promotif seperti pelatihan kader,
penyuluhan kesehatan dan gizi, perlombaan di bidang kesehatan, dan lain-lain.
4) Upaya preventif seperti surveilans berbasis
masyarakat, kesiapsiagaan desa menghadapi kegawatdaruratan kesehatan,
pemeriksaan kesehatan berkala termasuk pemeriksaan ibu hamil dan balita,
imunisasi, penyehatan lingkungan, pemberantasan nyamuk. dan Iain-Iain.
5) Upaya kuratif dan rehabilitatif seperti
pengobatan kesehatan dasar, pertolongan persalinan, dan rujukan kasus ke
Puskesmas.
6) Upaya lain seperti biaya transportasi untuk
mengantar warga ke sarana pelayanan kesehatan atau memanggil petugas kesehatan,
biaya transportasi pendamping ibu bersalin, biaya hidup keluarga pasien yang
tidak mampu, dan Iain-Iain.
6.
Masyarakat berperilaku hidup
bersih & sehat (PHBS)
a. Pengertian
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan serta dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya.
PHBS dapat digolongkan ke dalam
beberapa kelompok. Di luar PHBS di bidang Gizi yang telah dicakup dalam
pengembangan keluarga sadar gizi
terdapat :
1) Kelompok PHBS bidang Obat dan
Farmasi, yaitu misalnya: tidak menyalahgunakan NAPZA, memelihara taman obat
keluarga, dan Iain-Iain.
2) Kelompok PHBS bidang KIA &
KB, yaitu misalnya: memeriksakan kehamilan secara teratur, meminta pertolongan
tenaga kesehatan untuk persalinan, menjadi akseptor KB, dan Iain-Iain.
3) Kelompok PHBS bidang Penyakit dan
Kesehatan Lingkungan, yaitu misalnya: menghuni rumah sehat, memiliki persediaan
air bersih, memberantas jentik nyamuk, dan Iain-Iain.
4) Kelompok PHBS bidang Pemeliharaan
Kesehatan, yaitu misalnya: memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif dalam
UKBM, memanfaatkan Puskesmas. dan Iain-Iain.
5) PHBS merupakan tujuan yang akan
dicapai oleh Program Promosi Kesehatan.
b. Sasaran
Di Desa Siaga, Program Promosi
Kesehatan dilaksanakan untuk menciptakan PHBS di tatanan rumah tangga. Prioritas
kedua, PHBS di tatanan institusi pendidikan (sekolah dan madrasah). Kelompok
sasaran di tatanan rumah tangga adalah:
1) Pasangan usia subur.
2)
Ibu hamil dan atau Ibu menyusui.
3)
Bayi/anak di usia di bawah lima tahun (Balita).
4)
Tenaga kerja laki-laki dan perempuan.
5)
Remaja laki-laki dan perempuan, termasuk pelajar.
6) Penduduk berusia lanjut (usila).
Sedangkan
sasaran di tatanan institusi pendidikan adalah:
1) Pengelola/pemilik institusi
pendidikan.
2) Pendidik (guru).
3) Murid (siswa).
4)
Lain-lain (misalnya pemilik warung/kantin).
c. Kegiatan.
Promosi Kesehatan dalam rangka
Desa Siaga dilaksanakan dengan strategi dasar pemberdayaan masyarakat yang
didukung oleh bina suasana dan advokasi.
Pelaksana pemberdayaan masyarakat
adalah para petugas Puskesmas, yaitu melalui tiga cara:
1)
Konseling terhadap individu pasien.
2)
Kunjungan rumah.
3)
Pengorganisasian masyarakat.
Bina suasana
dilakukan oleh Puskesmas dengan dibantu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yaitu
dengan cara:
1)
Mendayagunakan pengaruh tokoh-tokoh masyarakat.
2)
Mendayagunakan pengaruh kelompok-kelompok dalam
masyarakat (PKK, majelis taklim, dan Iain-Iain)
3)
Mendayagunakan media, baik media cetak (poster, leaflet,
dan lain-lain) maupun media elektronik (radio, televisi. dan Iain-Iain).
4)
Advokasi juga-dilakukan oleh Puskesmas dengan dibantu
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. yaitu dalam rangka .mendapatkan dukungan
(kebijakan, pengaturan. dana. dan Iain-Iain) untuk terciptanya PHBS masyarakat.
7. Pengembangan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
a. Pengertian
Pengembangan kadarzi adalah pengembangan keluarga yang berperilaku
gizi seimbang, serta mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota
keluarganya.
Perilaku gizi seimbang. adalah perilaku yang dilandasi pengetahuan
dan sikap yang sesuai, meliputi perilaku mengkonsumsi makanan seimbang serta
perilaku hidup bersih dan sehat. Makanan seimbang, adalah pilihan makanan
keluarga yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan masing-masing anggota
keluarga dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan bebas dari pencemaran.
b.
Sasaran
Sasaran
pengembangan kadarzi adalah keluarga, karena:
1) Pengambilan
keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan dilaksanakan terutama di
tingkat keluarga.
2) Sumber daya
dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga.
3) Masalah gizi yang
terjadi di tingkat keluarga erat kaitannya dengan perilaku keluarga, tidak
semata-mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaksediaan pangan.
4) Kebersamaan antar
keluarga yang merupakan wujud dari pemberdayaan dapat memobilisasi masyarakat
untuk memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan.
c.
Tujuan
Secara umum tujuan pengembangan kadarzi
adalah memandirikan keluarga berperilaku gizi seimbang, untuk mencapai keadaan
gizi optimal.
Secara khusus tujuan pengembangan
kadarzi adalah:
1) Meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga tentang gizi seimbang.
2) Meningkatkan
kemampuan keluarga untuk mengenali dan memanfaatkan sumber daya yang ada.
3)
Meningkatkan
keadaan gizi keluarga.
d.
Kegiatan
1) Di Tingkat Keluarga
a)
Keluarga mencari informasi gizi yang tersedia secara
terus-menerus.
b)
Tukar pengalaman antar keluarga serta pendampingan
oleh tokoh masyarakat dan petugas.
c)
Memanfaatkan fasilitas rujukan kompeten secara
berjenjang yang terjangkau (Posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit).
2) Di Tingkat Masyarakat:
a) Pembentukan kelompok masyarakat
yang mendukung upaya menuju Kadarzi (LSM, organisasi keagamaan, organisasi
kepemudaan, organisasi wanita. PKK). Setiap kelompok memiliki akses terhadap
informasi gizi dan informasi sistem pelayanan gizi.
b)
Rekruitmen kader (minimal terdapat seorang kader di
masing-masing kelompok).
c)
Setiap Kelompok aktif menyediakan/menyebarluaskan
informasi dan sumber daya tentang kesehatan dan gizi.
D.
Tahapan Perkembangan
Desa Siaga
Ketujuh kriteria tersebut di atas tentu tidak mungkin diciptakan
sekaligus. Oleh karena itu, pengembangan Desa Siaga dilaksanakan secara
bertahap. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ditetapkan adanya empat tingkatan
Desa Siaga, yaitu:
a.
Desa Siaga Pratama, bila telah memenuhi tiga kriteria, yaitu:
1)
Memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses
ke Puskesmas/Pustu, dikembangkan Pos Kesehatan Desa.
2)
Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat
(Posyandu, Pos/Warung Obat Desa, dan Iain-Iain).
3)
Memiliki sistem pengamatan (surveilans) penyakit dan faktor-faktor
risiko yang berbasis masyarakat.
b.
Desa Siaga Madya, bila telah memenuhi empat kriteria, yaitu:
1)
Memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki
akses ke Puskesmas/Pustu, dikembangkan Pos Kesehatan Desa).
2)
Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat
(Posyandu. Pos/Warung Obat Desa. dan Iain-Iain).
3) Memiliki sistem pengamatan (surveilans)
penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat.
4) Memiliki sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat.
c. Desa Siaga Purnama, bila telah memenuhi lima
kriteria, yaitu:
1) Memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar
(bagi yang tidak memiliki akses ke Puskesmas/Pustu, dikembangkan Pos Kesehatan
Desa).
2) Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu, Pos/Warung Obat Desa, dan Iain-Iain).
3) Memiliki sistem pengamatan (surveilans)
penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat.
4) Memiliki sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat.
5) Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis
masyarakat.
d.
Desa Siaga Mandiri. bila telah memenuhi semua kriteria, yaitu:
1)
Memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses
ke Puskesmas/Pustu, dikembangkan Pos Kesehatan Desa).
2)
Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat
(Posyandu, Pos/Warung Obat Desa, dan lain-lain).
3)
Memiliki sistem pengamatan (surveilans) penyakit dan faktor-faktor
risiko yang berbasis masyarakat.
4)
Memiliki sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan
bencana berbasis masyarakat.
5)
Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat
6)
Memiliki lingkungan yang
sehat.
7)
Masyarakatnya sadar gizi
serta berperilaku hidup bersih dan sehat.
E. Langkah-Langkah Pengembangan Desa
Siaga
Pengembangan Desa
Siaga dilaksanakan dengan membantu/ memfasilitasi masyarakat untuk menjalani
proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang
terorganisasi (pengorganisasian masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap
:
1. mengidentifikasi
masalah, penyebabnya, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
masalah,
2. mendiagnosis
masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
3. menetapkan
alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan melaksanakannya.
serta
4. memantau,
mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.
Meskipun di lapangan banyak variasi
pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan Tim Petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan
lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas
kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas
administrasi. Persiapan para petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan
atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi
setempat.
Keluaran atau output dari langkah ini adalah para petugas
yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk
melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.
b. Pengembangan Tim Di Masyarakat
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh
masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu
tim untuk mengembangkan Desa Siaga. Dalam langkah ini termasuk kegiatan
advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan,
baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu, maupun dana atau sumber daya
lain, sehingga pengembangan Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan
pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan
mendukung, khususnya dalam membentuk- opini publik guna menciptakan iklim yang
kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.
Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral,
dukungan finansial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan
masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat
di bidang kesehatan seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun
Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan
lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam setiap pertemuan
dan kesepakatan.
c. Survei Mawas Diri
Survei mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community
Self Survey (CSS) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu
melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survei ini harus dilakukan oleh
pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan
demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di
desanya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya. Untuk itu,
sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka
Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah-masalah
kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi
masalah-masalah kesehatan tersebut.
d. Musyawarah Masyarakat Desa
Tujuan penyelenggaraan musyawarah atau lokakarya desa ini adalah
mencari alternatif penyelesaian masalah kesehatan hasil SMD dikaitkan dengan
potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun rencana jangka
panjang pengembangan Desa Siaga.
Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari para
tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta
musyawarah adalah tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh perempuan dan
generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia
usaha yang bersedia mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya
(untuk itu diperlukan upaya advokasi).
Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disajikan,
utamanya adalah daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan
masyarakat. Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas,
dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing
individu/institusi yang diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk
pengembangan Desa Siaga. Dalam hal ini, seyogianya masyarakat difasilitasi
untuk sampai kepada kesimpulan tentang pentingnya hal-hal yang disebutkan
sebagai kriteria Desa Siaga.
Musyawarah masyarakat desa
dapat dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1)
Tahap I:
a)
Memahami masalah-masalah
kesehatan dan menyusun masalah-masalah kesehatan tersebut berdasar prioritas
b)
Mendiagnosis penyebab
masalah kesehatan prioritas pertama, mempertimbangkan pendayagunaan
potensi-potensi yang ada untuk mengatasinya, merumuskan alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, dan menetapkan alternatif yang paling
layak untuk dilaksanakan.
2)
Tahap II:
a) Menyusun rencana jangka panjang Pengembangan
Desa Siaga.
b)
Menyusun rencana operasional pemecahan masalah prioritas pertama.
c)
Rencana yang disusun hendaknya lengkap dengan waktu dan tempat
penyelenggaraan, pelaksananya dan pembagian tugasnya serta sarana dan prasarana
yang diperlukan.
e. Pelaksanaan Kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa Siaga
dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
1) Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga
Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga
dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan formal desa dan tokoh
masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara
musyawarah & mufakat. sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku,
dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
2) Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga
Sebelum melaksanakan tugasnya. kepada pengelola dan kader desa
yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan.
Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman
orientasi/pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan mencakup kegiatan
yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga
(sebagaimana telah dirumuskan dalam Rencana Operasional). Yaitu antara lain
pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan pengelolaan pelayanan
kesehatan dasar seperti Poskesdes (jika diperlukan). pengelolaan UKBM. Serta
hal-hal lain seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, Keluarga
Sadar Gizi. posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular,
penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP).
kegawatdaruratan sehari-hari, kesiapsiagaan bencana. kejadian luar biasa,
warung obat desa (WOD), diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan
pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS), dan Iain-Iain.
3) Pengembangan Pelayanan Kesehatan Dasar dan
UKBM
Dalam hal ini, pembangunan Poskesdes (jika
diperlukan) bisa di-kembangkan dari UKBM yang sudah ada, khususnya Polindes. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu
dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja pembangunan Poskesdes. Dengan
demikian sudah diketahui bagaimana pelayanan kesehatan dasar tersebut akan
diadakan–membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan
bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya masyarakat, mengembangkan
bangunan Polindes yang ada, atau memodifikasi bangunan lain yang ada. Bilamana
Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk
UKBM-UKBM yang diperlukan dan belum ada di desa yang bersangkutan, atau
merevitalisasi yang sudah ada tetapi kurang/tidak aktif.
4)
Penyelenggaraan Kegiatan
Desa Siaga
Dengan telah adanya pelayanan kesehatan dasar dan UKBM yang
diperlukan, maka desa yang bersangkutan telah dapat ditetapkan sebagai Desa
Siaga Pratama. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk. dilanjutkan dengan
pelaksanaan kegiatan Desa Siaga secara rutin sesuai dengan kriteria Desa Siaga,
yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan
kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana, penggalangan
dana. pemberdayaan masyarakat menuju kadarzi, serta penyehatan lingkungan.
Pelayanan kesehatan dasar melalui Poskesdes (bila ada) dan pelayanan UKBM
seperti Posyandu dan Iain-Iain digiatkan dengan berpedoman kepada panduan yang
berlaku.
Kegiatan-kegiatan di Desa Siaga utamanya dilakukan oleh kader
kesehatan yang dibantu tenaga kesehatan profesional (bidan, perawat, tenaga
gizi, dan sanitarian). Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan
dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk
perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral.
5) Pembinaan dan peningkatan
Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja
sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka untuk memajukan Desa
Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak.
Perwujudan dari pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu
Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri atau Temu Jejaring antar
Desa Siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan
kerjasama, juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman
dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama.
Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas
sektor, khususnya dengan program-program pembangunan. yang bersasaran Desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah
keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu
dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan para kader agar tidak drop
out. Kader-kader yang memiliki motivasi memuaskan kebutuhan
sosial-psikologisnya harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan
kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan pemenuhan
kebutuhan dasarnya harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya
dengan pemberian gaji/insentif atau difasilitasi agar dapat berwirausaha.
Untuk dapat melihat perkembangan Desa Siaga. perlu dilakukan
pemantauan dan evaluasi. Berkaitan dengan itu, kegiatan-kegiatan di Desa Siaga
perlu dicatat oleh kader, misalnya dalam Buku Register UKBM (contohnya:
kegiatan Posyandu dicatat dalam buku Registrasi Ibu dan Anak Tingkat Desa atau
RIAD dalam Sistem Informasi Posyandu).
F.
Indikator Keberhasilan Desa Siaga
Keberhasilan upaya Pengembangan Desa Siaga
dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu: (1) indikator masukan,
(2) indikator proses, (3) indikator keluaran, dan (4) indikator dampak.
a. Indikator Masukan
Indikator masukan adalah
indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka
pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan terdiri atas hal-hal berikut.
1) Ada
atau tidaknya Forum Masyarakat Desa
2) Ada
atau tidaknya sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi desa yang tidak memiliki
akses Puskesmas/Pustu: Ada/tidaknya Poskesdes dan sarana bangunannya).
3) Ada
atau tidaknya UKBM yang dibubuhkan
masyarakat
4) Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (minimal 1 bidan)
5) Ada
atau tidaknya dana untuk kesehatan masyarakat desa.
b. Indikator Proses
Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif
upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut.
1) Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa.
2) Berfungsi atau tidaknya pelayanan kesehatan
dasar/Poskesdes.
3) Berfungsi atau tidaknya UKBM yang ada.
4) Berfungsi atau tidaknya Sistem
Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan Bencana.
5) Berfungsi atau tidaknya Sistem Surveilans
berbasis masyarakat.
6) Ada
atau tidaknya kegiatan promosi kesehatan untuk kadarzi dan PHBS.
c.
Indikator Keluaran
Indikator Keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar
hasil kegiatan yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Indikator keluaran terdiri alas hal-hal berikut.
1) Cakupan pelayanan kesehatan dasar/Poskesdes
2)
Cakupan
pelayanan UKBM.
3)
Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang
dilaporkan
4)
Cakupan rumah tangga yang memperoleh
penyuluhan kadarzi dan PHBS
d. Indikator Dampak
Indikator dampak adalah
indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di desa
dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri atas hal-hal
berikut:
1)
Jumlah Penduduk yang menderita sakit
2) Jumlah
penduduk yang menderita gangguan jiwa
3) Jumlah
ibu melahirkan yang meninggal dunia
4) Jumlah
bayi dan balita yang meninggi dunia
5)
Jumlah balita dengan gizi buruk.
III.
IMUNISASI
DASAR
1.
Defenisi
Imunisasi dasar adalah pemberian
imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai
kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).
Imunisasi merupakan salah satu cara
pencegahan penyakit serius yang paling efektif untuk bayi dari segi biaya
(Wahab, 2000).
2.
Tujuan
Tujuan umum :
Untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian bayi akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Penyakit dimaksud antara lain, Difteri,
Tetanus, Pertusis (batuk rejam), Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.
Tujuan
khusus :
·
Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI),
yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100%
desa Kelurahan pada tahun 2010.
·
Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio),
yaitu tidak adanya virus polio liar di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak
ditemukannya virus polio liar pada tahun 2008.
·
Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus
Neonatorum), artinya menurunkan kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran
hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.
·
Tercapainya RECAM (Reduksi Campak),
artinya angka kesakitan campak turun pada tahun 2006.
3.
Sasaran
program imunisasi :
·
Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan
vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis-B.
·
Mencakup ibu hamil dan wanita usia subur
dan calon pengantin (catin) untuk mendapatkan imunisasi TT.
·
Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar)
kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT.
·
Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar)
kelas II s/d kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d
tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT
(Depkes RI, 2005).
4. Jenis-jenis
imunisasi
·
Imunisasi
Aktif
Imunisasi
aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama
bertahun-tahun (A.H Markum, 2002). Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan
mati”. Vaksin yang hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan
merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau
virus, atau dari bahan toksit yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya
dan disebut toxoid. (A.H
Markum, 2002). Imunisasi dasar yang dapat diberikan yaitu BCG untuk mencegah
penyakit TBC ; DPT untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan
tetanus ; Polio untuk mencegah penyakit poliomilitis ; Campak untuk mencegah
penyakit campak (measles) ; Hepatitis
B, untuk mencegah penyakit hepatitis.
·
Imunisasi Pasif
Imunisasi
pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan
imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut
untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya
pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun
virus (Satgas IDAI, 2008). Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu
hamil memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di
akhir trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui
plasenta adalah immunoglobulin G (LgG).
Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI),
jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin
A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat
seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk
menunjang kekebalan tubuhnya.
Kekebalan
yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama, sebab kadar
zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil produksi tubuh
sendiri, melainkan secara pasif diperoleh karena pemberian dari luar tubuh.
Salah satu contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin
yang dapat mencegah anak dari penyakit campak (measles). (AH, Markum, 2002).
·
Jenis-Jenis Vaksin
Imunisasi Dasar Dalam Program Imunisasi
ü Vaksin
BCG ( Bacillius Calmette Guerine )
Diberikan
pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas,
Departemen Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12 bulan.
ü Hepatitis
B
Diberikan
segera setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya
pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui
transmisi maternal dari ibu pada bayinya.
ü DPT
(Dhifteri Pertusis Tetanus)
Diberikan
3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu )
dengan interval 4-8 minggu.
ü Polio
Diberikan
segera setelah lahir sesuai dengan pedoman program pengembangan imunisasi ( PPI
) sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan yang tinggi.
ü Campak
Rutin
dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan.
5. Efek
samping imunisasi
·
BCG
Setelah 4-6 minggu di tempat bekas
suntikan akan timbul bisul kecil yangakan mengempis sendiri dan terkadang
seperti koreng. Reaksi inimerupakan normal. Namun jika koreng membesar dan
timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak segera
dibawa kembali kedokter ), Ini
dapat merupakan pertanda si anak pernah terinfeksi TBsehingga menimbulkan
reaksi berlebih setelah divaksin. Untuk mengatasi pembengkakan, kompres
bekas suntikan dengan cairan antiseptic
·
DPT
Reaksi lokal yang mungkin timbul
adalah rasa nyeri, merah dan bengkak selama satu-dua hari di bekas
suntikan. Untuk mengatasinya beri kompreshangat. Sedangkan reaksi umumnya
antara lain demam dan agak rewel.Berikan si
kecil obat penurun panas dan banyak minum ASI.Kini sudah ada vaksin DPT
yang tidak menimbulkan reaksi apapun, baik lokal maupun umum, yakni vaksin
DtaP (diphtheria, tetanus, acellullar pertussis), sayangnya hariga
vaksin ini jauh lebih mahal dari vaksin DPT
·
Polio
Bila anak sedang diare ada
kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada gangguan
penyerapan vaksin oleh usus akibat diare berat
·
Campak
5-12 hari setelah anak mendapat imunisasi campak, biasanya
anak akandemam dan timbul bintik merah halus di kulit. Para ibu tidak
perlumengkhawatirkan reaksi ini karena ini sangat normal dan akan hilang.
IV.
GERAKAN
SAYANG IBU (GSI)
Gerakan Sayang Ibu
(GSI) adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bekerjasama dengan
pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai
kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu
karena hamil, melahirkan, dan nifas serta penurunan angka kematian bayi.
Terdapat tiga unsur pokok GSI, yaitu:
1.
Gerakan Sayang Ibu merupakan gerakan
yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah
2.
Gerakan Sayang Ibu mempunyai tujuan
untuk meningkatkan dan perbaikan kualitas hidup perempuan sebagai sumber daya
manusia
3.
Gerakan Sayang Ibu bertujuan untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan, dan nifas
Gerakan Sayang Ibu perlu dilakukan
karena:
·
SDM yang berkualitas sangat menentukan
keberhasilan suatu pembangunan
·
Pembentukan kualitas SDM yang
berkualitas ditentukan dari janin dalam kandungan karena perkembangan otak
terjadi selama hamil sampai dengan 5 tahun
·
Kesehatan Ibu dan Anak faktor paling
strategis untuk meningkatkan mutu SDM
·
Angka Kematian Ibu (AKI) karena hamil,
bersalin, dan nifas di Indonesia tergolong tinggi diantara negara-negara ASEAN
·
Tingginya AKI dan AKB di Indonesia
memberikan dampak negative pada berbagai aspek
·
Kematian ibu menyebabkan bayi menjadi
piatu yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kualtas SDm akibatnya
kurangnya perhatian, bimbingan, dan kasih saying seorang ibu
Dasar pelaksanaan GSI, antara lain:
·
Undang-Undang nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan
·
Kesepakatan Menteri Koordinasi
Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
pada tanggal 12 Maret 2002
Maksud dan tujuan, antara lain:
- Menyegarkan dan meningkatkan
pengetahuan Satgas GSI tentang berbagai program Gerakan Sayang Ibu (GSI)
dari stake holder terkait.
- Menyegarkan dan meningkatkan
pengetahuan Satgas Gerakan Sayang Ibu (GSI) tentang peran stakeholder
terkait dalam Gerakan Sayang Ibu.
Sasaran Gerakan Sayang Ibu (GSI),
sebagai berikut:
1.
Langsung
·
Calon Pengantin (catin)
·
Pasangan Usia Subur (PUS)
·
Ibu hamil, bersalin, dan nifas
·
Ibu meneteki masa perawatan bayi
·
Pria/suami dan seluruh anggota keluarga
2.
Tidak langsung
·
Sekotr terkait
·
Institusi kesehatan
·
Institusi masyarakat
·
Tokoh masyarakat dan agama
·
Kaum bapak/pria
·
Media massa
Ruang lingkup Gerakan Sayang Ibu, antara
lain:
1.
Meningkatkan kualitas hidup perempuan
dan anak melalui upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi
2.
Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku suami istri dan masyarakat mengenai hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi
3.
Menghilangkan hambatan-hambatan yang
mempengaruhi upaya peningkatan kualitas hidup perempuan
Strategi Gerakan Sayang Ibu melalui
pendekatan kemasyarakatan,dikembangkan dalam bentuk, antara lain:
1.
Desentralisasi
2.
Kemandirian
3.
Keluarga
4.
Kemitraan
Perencanaan dan pelaksanaan Gerakan
Sayang Ibu terdiri dari:
1.
Langkah kegiatan (jadwal kegiatan)
2.
Tenaga pelaksana
3.
Dukungan dana dan saran
4.
Monitoring dan pelaporan
5.
Evaluasi kegiatan
Pelaksanaan kegiatan Gerakan Sayang Ibu
1.
Unsur operasional
a) Advokasi
dan KIE pengembangan
b) Pesan
advokasi dan KIE GSI
c) Pemberdayaan
dalam keluarga, masyarakat, dan tempat pelayanan kesehatan
d) Memadukan
kegiatan GSI, pondok bersalin, dan posyandu
2.
Unsur pendukung
a) Orientasi
dan penelitian
b) Pendataan,
pemantauan, pemetaan bumil, bulin, bufas, dan BBL
c) Pengembangan
tata cara rujukan
d) Mendukung
upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
e) Peningkatan
peran bidan
3.
Tugas pokok satgas Gerakan Sayang Ibu
meliputi:
a) Menyusun
rencana kerja serta mengumpulkan dana
b) Advokasi
kepada TOMA, TOGA, dan TOPOL
c) Penyuluhan
kepada keluarga serta bumil, bulin, bufas, dan ibu yang mempunyai bayi di
masyarakat
d) Mengumpulkan
data informasi bumil, bulin, bufas, dan bayi yang dilakukan
e) Memberikan
tanda pada bumil berisiko tinggi
f) Membantu
merujuk
4.
Memantau dan keberhasilan Gerakan Sayang
IBu (GSI. Beberapa hal yang pelru dipantau, antara lain:
a) Sektoral
terkait berperan aktif dalam kegiatan operasional
b) Setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
c) Kecamatan
dan kelurahan dapat melakukan kegiatan KIE dengan baik
d) Kecamatan
dan kelurahan dapat melakukan rujukan dengan baik
Indikator keberhasilan sebelum dan
sesudah GSI
a)
Semakin dan mantapnya peranan organisasi
masyarakat GSI
b)
Semakin meningkat dan mantapnya
pengetahuan dan pemahaman mengenai GSI
c)
Setinggi mungkin sesuai dengan kemampuan
ekonomi keluarga
d)
Ibu hamil semakin mengenali masalah
kehamilan
Hambatan-hambatan
dalam GSI:
1.
Secara struktural
Berbagai
program tersebut masih sangat birokratis sehingga orientasi yang terbentuk
semata-mata dilaksanakan karena ia adalah program wajib yang harus dilaksanakan
berdasarkan SK (Surat Keputusan)
2.
Secara kultural
Masih kuatnya
anggapan/pandangan masyarakat bahwa kehamilan dan persalinan hanyalah persoalan
wanita
Safe Motherhood merupakan upaya
untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman,
serta melahirkan bayi yang sehat. Tujuan upaya Safe Motherhood adalah
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas, dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir. Upaya ini terutama
ditunjukan pada negara yang sedang berkembang karena 99% kematian ibu di dunia
terjadi di negara-negara tersebut. Di Indonesia telah dilaksanakan pada tahun
1988, melibatkan sector pemerintah dan non-pemerintah, masyarakat,serta
dukungan dari badan internasional.
Rincian tujuan/sasaran safe motherhood,
antara lain:
1.
Meningkatkan mutu dari, dan akses ke,
pelayanan kesehatan
2.
Mendukung jangkauan dan kapasitas tenaga
kesehatan di desa
3.
Memberdayakan masyarakat untuk mengenali
kesulitan-kesulitan selama masa kehamilan dan persalinan
4.
Mmperkuat kapasitas pemeintah daerah
dalam merencanakan, melaksanakan, mengelola, dan mengawasi program persalinan
yang aman
WHO mengembangkan
konsep Four Pillars of Safe
Motherhood untuk menggambarkan ruang lingkup upaya penyelamatan
ibu dan bayi (WHO, 1994). Empat pilar upaya safe motherhood tersebut adalah
keluarga berencana, asuhan antenatal, persalinan bersih dan aman, dan pelayanan
obstetri esensial.
1. Keluarga
Berencana
Konseling dan
pelayanan keluarga berencana harus tersedia untuk semua pasangan dan individu.
Dengan demikan, pelayanan keluarga berencana harus menyediakan informasi dan
konseling yang lengkap dan juga pilihan metode kontrasepsi yang memadai,
termasuk kontrasepsi darurat. Pelayanan ini harus merupakan bagian dari program
komprehensif pelayanan kesehatan reproduksi. Program keluarga berencana
memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan
kehamilan, penundaan usia kehamilan, dan menjarangkan kehamilan.
2. Asuhan
Antenatal
Pelayanan
antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan.
Selain itu, juga menjadi sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan. Dalam
masa kehamilan:
a) Petugas
kesehatan harus memberi pendidikan pada ibu hamil tentang cara menjaga diri
agar tetap sehat dalam masa tersebut.
b) Membantu
wanita hamil serta keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran bayi.
c) Meningkatkan
kesadaran mereka tentang kemungkinan adanya risiko tinggi atau terjadinya komplikasi
dalam kehamilan/persalinan dan cara mengenali komplikasi tersebut secara dini.
Petugas kesehatan diharapkan mampu mengindentifikasi dan melakukan penanganan
risiko tinggi/komplikasi secara dini serta meningkatkan status kesehatan wanita
hamil.
3. Persalinan
Bersih dan Aman
Persalinan yang
aman bertujuan untuk memastikan setiap penolong kelahiran/persalinan mempunyai
kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang bersih dan
aman, serta memberikan pelayanan nifas pada ibu dan bayi. Dalam persalinan:
a) Wanita
harus ditolong oleh tenaga kesehatan profesional yang memahami cara menolong
persalinan secara bersih dan aman.
b) Tenaga
kesehatan juga harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda komplikasi
persalinan serta mampu melakukan penatalaksanaan dasar terhadap gejala dan
tanda tersebut.
c) Tenaga
kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan komplikasi persalinan yang tidak
dapat diatasi ke tingkat pelayanan yang lebih mampu.
4. Pelayanan
Obstetri Esensial
Pelayanan obstetri
esensial bagi ibu yang mengalami kehamilan risiko tinggi atau komplikasi
diupayakan agar berada dalam jangkauan setiap ibu hamil. Pelayanan obstetri
esensial meliputi kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan ‘untuk melakukan tindakan
dalam mengatasi risiko tinggi dan komplikasi kehamilan/persalinan. Secara
keseluruhan, keempat tonggak tersebut merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
primer. Dua di antaranya, yaitu asuhan antenatal dan persalinan bersih dan
aman, merupakan bagian dari pelayanan kebidanan dasar. Sebagai dasar/fondasi
yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan upaya ini adalah pemberdayaan
wanita.
Oleh karena itu, diperlukan strategi
berbasis masyarakat yang meliputi:
a) Melibatkan anggota masyarakat,
khususnya wanita dan pelaksanaan pelayanan setempat, dalam upaya memperbaiki
kesehatan ibu.
b) Bekerjasama dengan masyarakat,
wanita, keluarga, dan dukun untuk mengubah sikap terhadap keterlambatan
mendapat pertolongan.
c) Menyediakan pendidikan masyarakat
untuk meningkatkan kesadaran tentang komplikasi obstetri serta kapan dan di
mana mencari pertolongan.
Puskesmas telah dikenal masyarakat sebagai tempat memperoleh
layanan kesehatan secara umum yang murah, sederhana, dan mudah terjangkau
terutama bagi kalangan kurang mampu. Sejak pertama kali dicetuskan, puskesmas
ditargetkan menjadi unit pelaksana teknis pelayanan tingkat pertama/terdepan
dalam sistem kesehatan nasional. Maka dari itu, puskesmas juga menjadi salah
satu mata rantai pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu
melalui program-programnya yang mengacu pada empat pilar Safe Motherhood.
Dalam
pilar pelayanan obstetri esensial, puskesmas menekankan kebijakan berupa:
- Memberikan pelayanan kesehatan
untuk semua macam penyakit obstetri
- Khusus untuk obstetri harus
mampu melakukan:
·
Pelayanan
obstetri esensial darurat (POED)
ü melakukan pertolongan persalinan
sungsang
ü melakukan pertolongan persalinan
vakum ekstraksi
ü melakukan plasenta manual
ü memasang infus dan memberikan obat
parenteral
ü meneruskan sistem rujukan bila
fasilitas tidak memadai
·
Pelayanan
Obstetri dan Neonatus Esensial Darurat (PONED)
ü merupakan pelayanan PONED ditambah
dengan melakukan pelayanan neonatus yang mengalami asfiksia ringan, sedang, dan
berat. Bila tidak memungkinkan, segera melakukan rujukan.
·
Melaksanakan
konsep sayang ibu dan sayang bayi.
VI.
MAKE
PREGNANCY SAFER (MPS)
Indonesia telah
mencanangkan making pregnancy safer
(MPS) sebagai strategi pembangunan kesehatan masyarakat menuju Indonesia Sehat
2010 pada 12 Oktober 2000 sebagai bagian dari program safe motherhood.
Dalam arti kata luas
tujuan safe motherhood dan making pregnancy safer sama, yaitu
melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan mengurangi beban
kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
MPS merupakan strategi
sektor kesehatan yang fokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu
dalam melaksanakan intervensi klinis dan pelayanan kesehatan. MPS dilaksanakan
berdasarkan upaya-upaya yang telah ada dengan penekanan pada pentingnya
kemitraan antara sektor pemerintah, lembaga pembangunan, sektor swasta,
keluarga dan anggota masyarakat.
Melalui MPS diharapkan
seluruh pejabat yang berwenang, mitra pembangunan dan pihak-pihak lain yang terlibat
lainnya untuk melaksanakan upaya bersama dalam meningkatkan kemampuan pelayanan
kesehatan guna menjamin pelaksanaan dan pemanfaatan intervensi yang efektif
berdasarkan bukti ilmiah (evidence based).
Perhatian difokuskan pada kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat yang menjamin
agar ibu dan bayi baru lahir mempunyai akses terhadap pelayanan yang mereka
butuhkan bilamana diperlukan, dengan penekanan khusus pada pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil pada saat melahirkan serta pelayanan
yang tepat dan berkesinambungan.
Strategi MPS mendukung
target internasional yang telah disepakati. Dengan demikian, tujuan global MPS
adalah untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir sebagai
berikut:
1.
Menurunkan angka kematian ibu sebesar
75% pada tahun 2015 dari AKI tahun 1990.
2.
Menurunkan angka kematian bayi menjadi
kurang dari 35/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Berdasarkan lesson learned dari upaya Safe Motherhood,
maka pesan-pesan kunci MPS adalah:
1.
Setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih.
2.
Setiap komplikasi obstetri dan neonatal
mendapat pelayanan yang adekuat.
3.
Setiap perempuan usia subur mempunyai
akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran.
Dalam konteks Rencana
Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, visi MPS adalah:
“Semua
perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman dan
bayi dilahirkan hidup dan sehat.”
Misi
MPS
adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui
pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin akses terhadap intervensi yang cost
effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan perempuan,
keluarga dan masyarakat mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
lestari sebagai suatu prioritas dalam program pembangunan nasional.
Tujuan
MPS
adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.
Target yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:
1.
Target dampak kesehatana. Menurunkan AKI
menjadi 125/100.000 kelahiran hidup
2.
Menurunkan angka kematian neonatal
menjadi 15/1.000 kelahiran hidup
3.
Menurunkan anemia gizi besi pada ibu
hamil menjadi 20%
4.
Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan
dari 17,1% menjadi 11%.
4 strategi utama tersebut adalah:
1.
Meningkatkan akses dan
cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost-effective
dan berdasarkan bukti.
2.
Membangun kemitraan yang
efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna
memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi
perencanaan dan kegiatan MPS.
3.
Mendorong pemberdayaan
perempuan dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku
sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
4.
Mendorong keterlibatan
masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir.
VII.
HEALTHY
MOTHER HEALTHY BABY (HMHB)
1.
Definisi
Program
HMHB atau Ibu Sehat, Bayi
Sehat merupakan
program untuk mengurangi
beban penyakit kronis dengan mengatasi perilaku resiko maternal dan memberikan
dukungan selama kehamilan.
Program ini ditujukan kepada ibu hamil yang tidak dapat mengakses layanan perawatan
antenatal atau membutuhkan dukungan tambahan karena status sosial ekonomi
mereka, budaya dan bahasa yang beragam.
2.
Sasaran
Fokus dari Ibu
Sehat, Bayi Sehat Program adalah untuk mendukung wanita yang sedang hamil,
dengan memberikan dukungan, hubungan dan pendidikan. Ini bukan layanan
perawatan klinis antenatal. Kegiatan program melengkapi layanan yang sudah ada
dengan menghubungkan perempuan ke pelayanan awal, memberikan tambahan
berdasarkan dukungan masyarakat yang berada di luar kapasitas pelayanan saat
ini, dan mempromosikan sebuah kontinum perawatan untuk wanita melalui kerjasama
yang kuat dengan bersalin dan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
3.
Tujuan
Tujuan menyeluruh
dari HMHB
adalah untuk meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan ibu dan bayi. Tujuan khusus adalah untuk:
a. Memberikan bantuan kepada ibu untuk mengakses kesehatan antenatal, postnatal dan
lainnya
b. Memberi
dukungan pada
ibu selama masa kehamilan
c. Mengurangi kejadian berat badan lahir bayi rendah dan
mendorong pertumbuhan yang optimal selama tahun pertama kehidupan bayi
dan seterusnya.
d. Menyampaikan pesan promosi kesehatan yang akan mendukung
perilaku sehat pada kehamilan dan seterusnya.
Model perawatan
untuk program ini dapat ditemukan dalam pedoman program di bagian sumber daya.
VIII.
KANGAROO
MOTHER CARE (KMC)
Metode kangaroo mother care (KMC) atau dikenal
juga sebagai metode kanguru atau perawatan bayi lekat pertama kali dilakukan
oleh dokter Rey dan Martinez di Bogota, Kolombia, pada tahun 1979. Awal
dicetuskan metode ini karena begitu banyaknya bayi dengan berat lahir rendah,
keterbatasan tenaga dan fasilitas kesehatan, serta tingginya angka mortalitas
di rumah sakit karena infeksi.
Metode ini terus
berkembang dan mengalami modifikasi yang pada prinsipnya terdiri dari empat
komponen, yaitu kangaroo position, kangaroo nutrition, kangaroo support, dan kangaroo
discharge. Kangaroo position
yaitu bayi dalam keadaan telanjang, hanya mengenakan popok, topi hangat dan
kaus kaki diletakkan di antara payudara ibu. Dalam posisi demikian tubuh ibu
dan bayi diikat dengan kain selimut atau kain berbahan elastis untuk menahan
badan bayi agar tidak Jatuh. Prinsipnya adalah semakin luas kulit bayi yang
bersentuhan dengan kulit ibu semakin baik.
Selama bayi berada
dalam dekapan ibu, pemantauan suhu ketiak bayi perlu dilakukan setiap enam jam
selama tiga hari pertama metode kanguru dimulai. Selanjutnya pengukuran
dilakukan dua kali sehari. Selain suhu, ibu perlu memantau pemapasan bayi.
Pernapasan normal bayi prematur berkisar 40-60 kali per menit dan kadang dapat
disertai periode apnu (tidak bernapas). Kangaroo
nutrition, dengan metode kanguru banyak ibu berhasil menyusul bayinya.
Bayi-bayi prematur dengan usia gestasi lebih muda dapat memulai proses breastfeeding. Selain itu, metode ini
dapat meningkatkan volume ASI. Kangaroo
support, metode kanguru ini memerlukan dukungan semua pihak, baik ibu,
seluruh keluarga, tenaga medis, maupun komunitas. Kangaroo discharge, bayi-bayi berat lahir rendah ini dapat lebih
cepat pulang ke rumah dengan metode kanguru ini, karena metode kanguru ini
tidak hanya bisa dilaksanakan di rumah sakit, tetapi juga dapat diterapkan di
rumah.
Metode kanguru ini dinilai memberi banyak
keuntungan, baik bagi ibu, ayah, bayinya sendiri, maupun bagi tenaga medis. Ibu
merasa lebih percaya diri, tingkat stress menurun, merasabersemangat berpartisi
dalam merawat bayinya, memberi ASI. serta mengurangi rasa penolakan dan
kekecewaan Ibu. Ayah dapat pula ikut turut berperan serta dalam perawatan
bayinya serta meningkatkan ikatan batin antara ayah dan bayinya. Sedangkan bagi
bayinya sendiri, metode kanguru ini dapat membuat bayi lebih hangat dan stabil,
pertumbuhan lebih cepat, angka terjadinya infeksi menurun. Bagi tenaga medis,
metode kanguru ini akan menurunkan jumlah kebutuhan akan tenaga medis dan
peralatan, bayi dapat lebih cepat keluar dari rumah sakit, serta lebih murah.
Metode kanguru atau
perawatan bayi lekat ditemukan sejak tahun 1983, sangat bermanfaat untuk
merawat bayi yang lahir dengan berat badan rendah baik selama perawatan di
rumah sakit ataupun di rumah. Metode
kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi berat lahir rendah dengan
menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim ibu, sehinggga memberi
peluang untuk dapat beradaptasi baik dengan dunia luar.
Keuntungan
yang
di dapat dari metode kanguru bagi perawatan bayi:
1.
Meningkatkan hubungan emosi ibu anak
2.
Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung,
dan pernafasan bayi
3.
Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan
bayi dengan lebih baik
4.
Mengurangi strea pada ibu dan bayi
5.
Mengurangi lama menangis pada bayi
6.
Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi
7.
Meningkatkan produksi asi
8.
Menurunkan resiko terinfeksi selama
perawatan di rumah sakit
9.
Mempersingkat masa rawat di rumah sakit
Apa saja kriteria bayi untuk metode kanguru:
1.
Bayi dengan berat badan ≤ 2000 g
2.
Tidak ada kelainan atau penyakit yang
menyertai
3.
Refleks dan kordinasi isap dan menelan
yang baik
4.
Perkembangan selama di inkubator baik
5.
Kesiapan dan keikut sertaan orang tua,
sangat mendukung dalam keberhasilan.
Cara
melakukan metode kanguru:
1.
Beri bayi pakaian, topi, popok dan kaus
kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu
2.
Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi
tegak langsung ke kulit ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada
ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi
terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak
3.
Dapat pula memeakai baju dengan ukuran
lebih besar dari badan ibu, dan bayi diletakkan diantara payudara ibu, baju
ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar
bayi tidak terjatuh
4.
Bila baju ibu tidak dapat menyokong
bayi, dapat digunakan handuk atau kain lebar yang elastik atau kantong yang
dibuat sedemikian untuk menjaga tubuh bayi
5.
Ibu dapat beraktivitas dengan bebas,
dapat bebas bergerak walau berdiri, duduk, jalan, makan dan mengobrol. Pada
waktu tidur, posisi ibu setengah duduk atau dengan jalan meletakkan beberapa
bantal di belakang punggung ibu
6.
Bila ibu perlu istirahat, dapat
digantikan oleh ayah atau orang lain
7.
Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan
persiapan ibu dan bayi, posisi bayi, pemantauan bayi, cara pamberian ASI, serta
kebersihan ibu dan bayi.
IX.
INISIASI
MENYUSU DINI (IMD)
Pembangunan sumber daya manusia tidak terlepas dan
upaya kesehatan khususnya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi, karena itu
pembangunan sumber daya manusia harus dimulai sejak dini yakni pada saat janin
masih dalam kandungan dan awal pertumbuhannya. Dengan demikian, maka kesehatan
bayi baru lahir kurang dari satu bulan (neonatal) menjadi sangat penting karena
akan menentukan apakah generasi kita yang akan datang dalam keadaan sehat dan
berkualitas serta mampu menghadapi tantangan globalisasi (Depkes, 2004).
Kenyataan yang hampir terjadi di semua negara di
dunia, kesehatan bayi cenderung kurang mendapat perhatian dibanding umur-umur
lainnya. Data WHO (2002) menunjukan angka memprihatinkan yang dikenal dengan
fenomena 2/3 yaitu kematian bayi (umur 0-1 tahun) terjadi pada masa neonatal
(bayi baru lahir 0-28 hari). Kematian pada neonatal dini terjadi pada hari
pertama. Oleh karena itu, pemberian ASI dan menyusu satu jam pertama kehidupan
yang dikenal dengan IMD dan dilanjutkan dengan menyusui esklusif 6 bulan dapat
mencegah kematian bayi. Jika hal tersebut dilakukan, bayi akan mendapatkan
zat-zat yang penting dan terhindar dari berbagai penyakit berbahaya pada masa
paling rentan dalam kehidupannya (Asqyaluddin, 2007).
Inisiasi Menyusu Dini atau disingkat sebagai IMD
merupakan program yang sedang gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu dan bukan
menyusui merupakan gambaran bahwa Inisiasi Menyusu Dini (IMD) bukan program ibu
menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu.
Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi yang baru lahir di
dada ibunya dan membiarkan bayi ini merayap untuk menemukan puting susu ibu
untuk menyusu. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) harus dilakukan langsung saat lahir,
tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga
tidak boleh dibersihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus
berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu (http://info keluarga com).
Inisiasi menyusu dini sudah mulai disadari oleh
beberapa Negara sejak tahun 1987 seperti Swedia, Firlandia, Austria, hal ini
berlanjut sampai tahun 1990 namun Inisiasi Menyusu Dini masih belum begitu
berkesan. Satu setengah tahun yang lalu, tepatnya 30 maret 2006, Dr. Karen
melakukan penelitian terhadap 10.947 bayi, ternyata inisiasi menyusu dini
berhasil menurunkan angka kematian bayi dibawah 28 hari (Friska, 2007).
Sedangkan di Indonesia, hanya 4% bayi disusui ibunya
dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiran dan 8% ibu memberi ASI esklusif
terhadap bayinya sampai 6 bulan. Padahal, diperkirakan sekitar 30.000 kematian
bayi baru lahir (usia 28 hari) dapat dicegah melalui inisiasi menyusu dini
(Amori, 2007).
Dan hasil survey tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dengan beberapa bidan yang bekerja di Puskesmas, mereka mengatakan “mengetahui
tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan bagaimana melaksanakannya”. Namun, dari
beberapa bidan tersebut mengatakan “jarang sekali melakukan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD), sebab dari orang tuanya sendiri tidak ingin melaksanakan karena
merasa khawatir dan kasihan melihat bayinya”. Ada juga orang tua yang
mengatakan “nanti saja karena masih agak takut setelah melalui masa
persalinan”. Walaupun, sudah dijelaskan keuntungan dari Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) tersebut.
1.
Pengertian
Menurut
Roesli Utami (2008), inisiasi menyusu dini (early initiation) atau
permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir.
Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain yang mempunyai
kemampuan menyusu sendiri, asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan ibunya,
setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi
menyusu dini (IMD) dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari
payudara sendiri.
2.
Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) yang dianjurkan
Menurut
Roesli (2008), langkah-langkah melakukan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan
:
· Begitu
lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering.
· Seluruh
tubuh bayi dikeringkan termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangarnya.
· Tali
pusat dipotong lalu diikat.
· Vernix
(zat
lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan terlebih
dahulu karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.
· Tanpa
dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau diperut ibu dengan kontak
kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu,
bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.
3.
Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) yang kurang tepat
Menurut
Roesli Utami (2008), umumnya praktek inisiasi menyusu dini yang kurang tepat
tetapi masih dilaksanakan adalah sebagai berikut :
· Begitu
lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering.
· Bayi
segera dikeringkan dengan kain kering tali pusat lalu dipotong dan diikat.
· Karena
takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi.
· Dalam
keadaan dibedong, bayi diletakkan didada ibu (tidak terjadi kontak kulit).
· Setelah
bayi dibedong kemudian diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukan
puting susu ibu ke mulut bayi.
· Setelah
itu, bayi ditimbang, diukur, diazankan oleh ayahnya, diberi suntikan vitamin K,
dan kadang-kadang diberi tetes mata.
4.
Tata
laksana melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
· Menganjurkan
suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.
· Menyarankan
untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi.
· Mempersilahkan
ibu untuk menentukan cara melahirkan yang diinginkannya, misalkan melahirkan
normal, di dalam air, atau dengan jongkok.
· Mengeringkan
seluruh badan dan kepala bayi sebaiknya dikeringkan secepatnya, kecuali kedua
tangannya.
· Menengkurapkan
bayi di dada atau di atas perut ibu, dan biarkan bayi melekat dengan kulit ibu.
Posisi kontak kulit dengan kulit dipertahankan minimal satu jam setelah menyusu
awal selesai dan keduanya diselimuti.
· Membiarkan
bayi sendiri mencari puting susu ibu, ibu dapat saja merangsang bayi dengan
sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.
· Memberikan
dukungan pada ayah agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau prilaku
bayi sebelum menyusu.
· Menganjurkan
untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan
dengan tindakan, misalnya operasi Caesar.
· Memisahkan
bayi dari ibu untuk ditimbang ,diukur, dan dicap setelah satu jam atau menyusu
awal selesai.
· Merawat
gabung, ibu dan bayi dalam satu kamar.
Menurut
Roesli (2008), dalam Inisiasi Menyusu Dini melalui 5 (lima) tahapan prilaku
sebelum bayi menyusu, yakni :
· Dalam
30 menit pertama, stadium istirahat / diam dalam keadaan siaga. Bayi diam tidak
bergerak, sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang
istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke
luar kandungan.
· Antara
30-40 menit, mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium,
menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan air ketuban yang ada ditangannya.
Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan putting susu
ibu.
· Mengeluarkan
air liur, saat menyadari ada makanan disekitarnya bayi mulai mengeluarkan air
liurnya.
· Bayi
mulai bergerak kearah payudara. Areola (kalang payudara) sebagai sasaran,
dengan kaki menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit ibu, menoleh ke kanan
dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya
dengan tangan yang mungil.
· Menemukan,
menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan melekat dengan baik.
5.
Tujuan
Inisiasi Menyusu Dini
Menurut
Affandi (2008), inisiasi menyusu dini dapat mengurangi 22 % kematian 28 hari.
Sekitar 40 % kematian tiap satu bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi menyusu
dini meningkatkan keberhasilan menyusu ekslusif dan lamanya menyusu sampai dua
tahun. Dengan demikian dapat menurunkan angka kematian anak secara menyeluruh.
Menurut
Roesli (2008), Inisiasi menyusu dini juga berperan dalam pencapaian Tujuan
Millenium Development Goals (MDGs), yakni :
· Membantu
mengurangi kemiskinanan.
Jika
seluruh bayi di Indonesia dalam setahun disusui secara eskiusif 6 bulan,
berarti biaya pembelian susu formula selama 6 bulan tidak ada.
· Membantu
mengurangi kelaparan
Pemberian
ASI membantu memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai 2 tahun juga mengurangi
angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan yang terhenti yang umumnya terjadi
pada usia ini.
· Membantu
mengurangi angka kematian anak
6.
Manfaat
Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Roesli (2008) manfaat inisiasi menyusu dini
adalah :
· Dada
ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini
akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia).
· Ibu
dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil.
Bayi lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.
· Saat
merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia
akan menjilat-jilat kulit ibu, memakan bakteri ‘baik’ dikulit ibu. Bakteri
‘baik’ ini akan berkembang biak membentuk koloni dikulit dan usus bayi,
menyaingi bakteri ‘jahat’ dari lingkungan.
· Bonding
(ikatan
kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi
dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.
· Memberikan
pada bayi kesempatan untuk menyusu dini maka akan lebih berhasil menyusu
esklusif dan akan lebih lama disusui.
· Hentakan
kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di putting susu dan sekitarnya,
emutan, dan pijatan bayi pada puting ibu akan merangsang pengeluaran hormon
oksitoksin.
· Hormon
oksitoksin akan bekerja sama dengan hormon prolaktin yang akan menyebabkan otot
kecil di sekeliling alveoli mengerut sehingga mengalirkan air susu ke puting,
pengeluaran oksitoksin juga menyebabkan rahim berkontaksi dan membantu pengeluaran
plasenta serta mengurangi perdarahan.
· Bayi
dengan Inisiasi Menyusu Dini akan mendapatkan ASI kolostrum atau ASI yang
pertama kali keluar. Kolostrum atau ASI istimewa yang kaya akan daya tahan
tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus
bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus.
· Ibu
dan ayah akan merasa bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam
kondisi Inisiasi Menyusu Dini ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan
anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.
ASI
adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik
fisik, psikologisosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur
kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu
berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi
tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama ASI juga sangat kaya akan
sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan
sistem saraf.
Menurut WHO (2006), definisi ASI eksklusif adalah
bahwa bayi hanya menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan
ASI dari ibu, tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup
yang berisi vitamin, suplemen mineral atau obat.
A.
Fisiologi Laktasi
ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan
antara hormon dan refleks. Ketika bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua
refleks yang akan menyebabkan ASI keluar. Hal ini disebut dengan refleks
pembentukan atau refleks prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan
refleks pengeluaran ASI atau disebut juga “let down” reflexs.
Produksi ASI merupakan hasil
perangsangan payudara oleh hormon prolaktin. Hormon ini dihasilkan oleh
kelenjar hipofise anterior yang ada yang berada di dasar otak. Bila bayi
mengisap ASI maka ASI akan dikeluarkan dari sinus laktiferus. Proses pengisapan
akan merangsang ujung saraf disekitar payudara untuk membawa pesan ke kelenjar
hifofise anterior untuk memproduksi hormone prolaktin. Prolaktin kemudian akan
dialirkan ke kelenjar payudara untuk merangsang pembuatan ASI. Hal ini disebut
dengan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin.
Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian
belakang kelenjar hipofisis. Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf di
sekitar payudara dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah
menuju ke payudara yang akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli
(pabrik ASI) dan memeras ASI keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya ASI di
dalam gudang ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi atau ibunya.
Oksitosin dibentuk lebih cepat
dibandingkan prolaktin. Keadaan ini menyebabkan ASI di payudara akan mengalir
untuk diisap. Oksitosin sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui
(sebelum bayi mengisap). Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka
bayi mengalami kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah
berhenti memproduksi ASI, padahal payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak
mengalir keluar.
B. Produksi
ASI
Berdasarkan waktu diproduksi ASI dapat
dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Kolostrum
Kolostrum
merupakan ciran yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama
sampai hari ke empat yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan
ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. Kolostrum berwarna kuning keemasan
disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum
merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium sehingga mukosa
usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini
menyebabkan bayi yang mendapat ASI pada minggu pertama sering defekasi dan
feses berwarna hitam (Hubertin, 2003).
2. ASI
peralihan
ASI
ini diproduksi pada hari ke empat sampai hari ke sepuluh. Komposisi protein
semakin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang semakin tinggi dan jumlah
volume ASI semakin meningkat. Hal in I merupakan pemenuhan terhadap aktifitas
bayi yang semakin aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan
(Hubertin, 2003)
3. ASI
matur
ASI
yang disekresi pada hari ke sepuluh sampai seterusnya. ASI matur merupakan
nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai
berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain
selain ASI. Dimulai dengan makanan yang lunak, kemudian padat, dan makanan
biasa sesuai makanan biasa.
C.
Volume
ASI
Pada minggu bulan terakhir kehamilan,
kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada
kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml
sehari dan jumlah akan terus bertambah sehingga mencapai 400-450 ml pada waktu
mencapai usia minggu kedua. Dalam keadaan produksi ASI telah normal volume susu
terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5 menit pertama pengisapan oleh bayi
biasanya berlangsung selama 15-25 menit
D. Komposisi
ASI
a. Air
ASI
mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5 %, oleh karena itu bayi yang
mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat
yang suhu udara panas.
b. Karbohidrat
Laktosa
adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua kali lipat
dibanding laktosa yang ditemukan pada susu formula. Kadar karbohidrat dalam
kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa
pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah melewati masa ini
maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil.
c. Protein
Kandungan
protein ASI cukup tinggi. Protein dalam ASI terdiri dari protein whey yang mudah diserap oleh usus bayi dan
casein yang sulit dicerna. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI
hanya 30%.
d. Lemak
Jenis
lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang merupakan lemak
kebutuhan sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah
yang cukup tinggi. Dalam bentuk Omega 3, Omega 6, DHA (Docoso Hexsaconic
Acid) dan Acachidonid acid merupakan komponen penting untuk
meilinasi. Asam linoleat ada di dalam ASI dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak
ASI mudah dicerna dan diserap oleh bayi karena ASI juga mengandung enzim lipase
yang mencerna lemak trigliserida menjadi digliserida, sehingga sedikit lemak
yang tidak diserap oleh sistem pencernaan bayi.
e. Mineral
ASI
mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relatif rendah tetapi cukup
untuk bayi sampai umur 6 bulan. Zat besi dan kalsium di dalam ASI merupakan
mineral yang sangat stabil dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Garam
organik yang terdapat di dalam ASI terutama adalah kalsium, kalium, sedangkan
kadar Cu, Fe, dan Mn yang merupakan bahan untuk pembuat darah relatif sedikit.
Ca dan P yang merupakan bahan pembentuk tulang kadarnya dalam ASI cukup.
f. Vitamin
Vitamin
yang terdapat dalam ASI adalah Vitamin K, Vitamin D, Vitamin E, Vitamin A,
vitamin B, asam folat, vitamin C, vitamin B1 dan B2, vitamin B6, B12 dan asam
folat. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam
ASI.
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian
ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan
lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim.
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 6 bulan, dan setelah 6 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan
padat. Sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan
lebih dari 2 tahun.
Para ahli menemukan bahwa mamfaat ASI
akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama
kehidupannya. peningkatan ini sesuai dengan pemberian ASI ekslusif serta
lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6
bulan.
1.
Manfaat
ASI
Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat
bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui.
Ø Manfaat
ASI bagi bayi:
1. ASI
merupakan sumber gizi sempurna
ASI
mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan bayi.faktor pembentukan sel-sel otak terutama DHA dalam
kadar tinggi. ASI juga mengandung whey (protein utama dari susu yang berbentuk
cair) lebih banyak dari casein (protein utama dari susu yang berbentuk
gumpalan).komposisi ini menyebabkan ASI mudah diserap oleh bayi (Rulina, 2007).
2. ASI
dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi
sudah dibekali immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) yang didapat dari ibunya
melalui plasenta. Tapi, segera setelah bayi lahir kadar zat ini akan turun
cepat sekali. Tubuh bayi baru memproduksi immunoglobulin dalam jumlah yang
cukup pada usia 3 - 4 bulan. Saat kadar immunoglubolin bawaan menurun,
sementara produksi sendiri belum mencukupi, bisa muncul kesenjangan
immunoglobulin pada bayi. Di sinilah ASI berperan bisa menghilangkan atau
setidaknya mengurangi kesenjangan yang mungkin timbul. ASI mengandung zat
kekebalan tubuh yang mampu melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi
bakteri, virus, dan jamur. Colostrum (cairan pertama yang mendahului ASI)
mengandung zat immunoglobulin 10 - 17 kali lebih banyak dari ASI (Cahyadi,
2007).
3. ASI
eklusif meningkatkan kecerdasan dan kemandirian anak
Fakta-fakta
ilmiah membuktikan, bayi dapat tumbuh lebih sehat dan cerdas bila diberi air
susu ibu (ASI) secara eksklusif pada 4 - 6 bulan pertama kehidupannya. Di dalam
ASI terdapat beberapa nutrien untuk pertumbuhan otak bayi di antaranya taurin,
yaitu suatu bentuk zat putih telur khusus, laktosa atau hidrat arang utama dari
ASI, dan asam lemak ikatan panjang - antara lain DHA dan AA yang merupakan asam
lemak utama dari ASI.
Ø Manfaat
menyusui bagi ibu:
1. Mengurangi
resiko kanker payudara
Menyusui
setidaknya sampai 6 bulan mengurangi kemungkinan ibu menderita kanker payudara,
kanker rahim, kanker indung telur. Perlindungan terhadap kanker payudara sesuai
dengan lama pemberian ASI. Ibu yang menyusui akan terhindar dari kanker
payudara sebanyak 20%-30%. Berdasarkan penelitian dari 30 negara pada 50.000
ibu menyusui dan 97.000 tidak menyusui kemungkinan kejadian kanker payudara
lebih rendah pada ibu menyusui. Jika menyusui lebih dari 2 tahun ibu akan lebih
jarang menderita kanker payudara sebanyak 50% (Roesli, 2007).
2. Metode
KB paling aman
Menyusui
eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi sementara yang cukup efektif,
selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan pasca
persalinan. Efektifnya dapat mencapai 98%. Pada wanita pospartum konsentrasi
esterogen, progesteron, dan prolaktin (PRL) yang tinggi selama kehamilan turun
secara drastis. Tanpa menyusui, kadar gonadotropin meningkat pesat, konsentrasi
PRL kembali ke normal dalam waktu sekitar 4 minggu dan pada minggu ke-8
pascapartum. Sebaliknya, pada wanita yang menyususi, konsentrasi PRL tetap
meninggi selama pengisapan sering terjadi dan pada setiap kali menyusui terjadi
peningkatan sekresi PRL secara akut. Walaupun konsentrasi Follicle Stimulating
Hormone (FSH) kembali ke normal dalam beberapa minggu pascapartum, namun
konsentrasi Luteinizing Hormone (LH) dalam darah tetap tertekan sepanjang
periode menyusui.
3. Kepraktisan
dalam pemberian ASI
ASI
dapat segera diberikan pada bayi, segar, siap pakai dan mudah pemberiannya
sehingga tidak terlalu merepotkan ibu.
4. Ekonomis
Dengan
memberikan ASI, ibu tidak memerlukan untuk makanan bayi sampai berumur 4-6
bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli
susu formula dan peralatannya.
2.
Program
Pemberian Asi Eksklusif
Pentingnya pemberian ASI eksklusif
mendapat perhatian dunia secara khusus sejak 1990. Hal ini ditandai dengan
adanya deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi innocenti (innocenti
Declaration) dari WHO-UNICEF. Deklarasi yang dilahirkan di Innocenti Italia tahun
1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan memberi dukungan pada
pemberian ASI. Deklarasi yang juga ditandatangani Indonesia ini memuat hal-hal
berikut.
"Sebagai tujuan global untuk meningkatkan
kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan
ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejah lahir sampai berusia
4-6 bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping/padat yang
benar dan tepat. Sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Pemberian makanan untuk bayi ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara
menciptakan pengertian serta dukungan dari lingkungan sehingga ibu-ibu dapat
menyusui secara eksklusif".
Pada
tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF memberikan klarifikasi
tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru
UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah
menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Terlepas dari
isi rekomendasi baru UNICEF tadi, masih ada pihak yang tetap mengusulkan
pemberian makanan padat sesuai dengan isi deklarasi Innocenti (1990) yaitu
"hanya diberi ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan". Namun, pengetahuan
terahir tentang efek negatif pemberian makanan pada yang terlalu dini telah
cukup menunjang pembaharuan definisi ASI ekslusif menjadi "ASI saja sampai
usia sekitar 6 bulan".
Di
Indonesia sendiri, telah dikeluarkan undang-undang mengenai pemberian ASI
eksklusif, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Dalam UU kesehatan baru ini, hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif
dijelaskan dalam Pasal 128 Ayat 1 yang berbunyi, Setiap bayi berhak mendapatkan
air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas
indikasi medis. Dengan adanya UU ini, jelas sudah bahwa seorang anak yang baru
dilahirkan dalam kondisi normal (tidak memerlukan tindakan penanganan khusus)
berhak mendapatkan ASI secara eksklusif. Lebih lanjut di ayat selanjutnya
ditegaskan lagi bahwa selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga,
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara
penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
3.
Kendala
Dalam Pemberian Asi Eksklusif
Pemberian
ASI eksklusif tidak sesederhana yang dibayangkan. Banyak kendala yang timbul
dalam upaya memberikan ASI eksklusif. Berikut adalah beberapa kendala pemberian
ASI eksklusif.
a. Produksi Asi Kurang
Ibu
tidak memberikan ASI eksklusif dengan alasan produksi ASI kurang. Namun pada
kenyataannya, ternyata hal ini pada umumnya lebih bersifat psikologis
(emotional factor), yakni ibu merasa produksi ASI kurang, padahal sebenarnya
bisa mencukupi kebutuhan bayi. Untuk itu, factor penyebab ASI berkurang perlu
diidentifikasi, yaitu:
1) Faktor Menyusui
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah:
-
Tidak melakukan inisiasi menyusu
dini.
Inisiasi menyusu dini adalah meletakkan bayi di atas dada iatau perut ibu
segera setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu kemudian
menghisapnya setidaknya satu jam setengah kelahiran. Cara bayi melakukan
inisiasi menyusu dini disebut sebagai baby crawl.
-
Menjadwal pemberian ASI.
Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI. Menyusui paling baik dilakukan
sesuai permintaan bayi (on demand) termasuk pada malam hari, minimal 8
kali per hari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusu.
Makin jarang bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang.
-
Memberikan minuman prelaktal (bayi
diberi minum sebelum ASI keluar), apalagi memberikannya dengan botol/dot,
-
Kesalahan pada posisi dan perlekatan
bayi pada saat menyusu,
-
Tidak mengosongkan salah satu payudara
saat menyusui. Produksi ASI juga dapat berkurang bila bayi menyusu terlalu
sebentar. Pada minggu pertama kelahiran seringkali bayi mudah tertidur saat
menyusu. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap menyusu dengan cara
menyentuh telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap mengisap.
2)
Faktor Psikologis Ibu
Persiapan psikologis ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu
yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umumnya akhirnya memang
produksi ASI nya berkurang. Stres, khawatir, ketidakbahagiaan ibu pada periode
menyusui sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI eksklusif. Peran
keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar.
3)
Faktor Fisik Ibu
Faktor fisik ibu seperti ibu sakit, lelah, ibu yang menggunakan pil
kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang mengandung hormon, ibu menyusui
yang hamil lagi, peminum alkohol, perokok, atau ibu dengan kelainan anatomis
payudara dapat mengurangi produksi ASI.
Khusus untuk ibu menyusui yang sedang sakit, hanya sebagian kecil yang
tidak boleh menyusui. Ibu yang sedang mengkonsumsi obat anti kanker atau
mendapat penyinaran zat radioaktif tidak diperkenankan untuk menyusui.
Sedangkan, ibu penderita infeksi HIV memerlukan pendekatan khusus.
Bila ibu dirawat di rumah sakit, rawatlah bersama bayinya sehingga dapat
tetap menyusui. Bila ibu merasa tidak mampu untuk menyusui anjurkan untuk
memerah ASI setiap 3 jam dan memberikan ASI perah tersebut dengan cangkir
kepada bayinya.
Bila keadaan memungkinkan atau ibu mulai sembuh dianjurkan untuk menyusui
kembali dan bila perlu dilakukan proses relaktasi. Ibu harus diyakinkan bahwa
obat yang diberikan oleh dokter tidak membahayakan bila menyusui. Obat yang
diminum oleh ibu hanya sebagian kecil yang masuk ke dalam ASI (kurang dari 1%).
Begitu pula sangat sedikit laporan tentang efek samping obat yang diminum oleh
ibu selama proses laktasi. Walaupun demikian beberapa obat pernah dilaporkan
memberikan efek samping, antara lain: obat psikiatri, obat anti kejang,
beberapa golongan antibiotika, sulfonamid, estrogen (pil anti hamil), dan
golongan diuretika.
4)
Faktor Bayi
Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi, misalnya bayi
sakit, prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan.
b.
Ibu Kurang Memahami Tata Laksana Laktasi
Yang Benar
Ibu sering kurang memahami tata laksana laktasi yang benar, misalnya
pentingnya memberikan ASI, bagaimana ASI keluar (fisiologi menyusui), bagaimana
posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat menghisap secara
efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal, termasuk cara memberikan ASI
bila ibu harus berpisah dari bayinya.
Bila bayi terpisah dengan ibu untuk sementara waktu, ibu memerah ASInya
dan diberikan kepada bayinya dengan sendok atau cangkir. Sebaiknya tidak
menggunakan dot karena akan mempersulit bayi bila kembali menyusu (bingung
puting). Untuk mengurangi kemungkinan ibu belum memahami tata laksana laktasi
yang benar, pada saat usia kehamilan lebih dari 32 minggu ibu perlu melakukan
konsultasi ke klinik laktasi untuk melakukan persiapan pemberian ASI eksklusif.
c.
Ibu Ingin Melakukan Relaktasi
Relaktasi merupakan suatu keadaan ibu yang telah berhenti menyusui ingin
memulai menyusui kembali. Biasanya setelah tidak menyusu beberapa lama,
produksi ASI akan berkurang, dan bayi akan malas menyusu dari ibunya apalagi
jika ia sudah diberikan minuman melalui botol. Untuk mengembalikan agar bayi
dapat menyusu dari ibu kembali, kita dapat menggunakan alat yang disebut ‘suplementer’.
Suplementer menyusui adalah alat yang digunakan sebagai suplemen kepada
bayi saat bayi menyusu pada payudara yang kurang memproduksi ASI. Jenis
suplementer yang tersedia, antara lain cangkir dan slang plastik atau breast
feeding supplementer. Dengan menggunakan suplementer bayi tidak marah
karena mendapatkan susu dari selang dan payudara ibu akan terangsang kembali
untuk memproduksi ASI.
Produksi ASI dapat bertambah bergantung dari motivasi ibu dan keinginan
bayi untuk menyusu kembali. Bila produksi ASI sudah mencukupi, suplementer
tidak perlu digunakan lagi. Makin lama tidak menyusui, makin lama diperlukan
penggunaan suplementer.
d.
Bayi Sudah Terlanjur Mendapat Prelakteal
Feeding
Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberikan air putih, air gula,
air madu, atau susu formula dengan dot. Hal ini tidak diperbolehkan karena
selain akan menyebabkan bayi malas menyusu, bahan tersebut mungkin menyebabkan
reaksi intoleransi atau alergi.
e.
Kelainan Ibu
Kelainan ibu yang sering dijumpai adalah puting lecet, puting datar,
puting luka, payudara bengkak, mastitis dan abses. Puting
lecet / puting luka merupakan salah satu kendala dalam proses
menyusui. Penyebab yang paling utama dari puting lecet ini adalah perlekatan
yang kurang baik. Bila bayi tidak melekat dengan baik, bayi akan menarik
puting, menggigit dan menggesek kulit payudara, sehingga menimbulkan rasa
sangat nyeri dan bila bayi terus menyusu akan merusak kulit puting dan
menimbulkan luka ataupun retak pada puting. Cara mengatasi hal ini adalah
dengan memperhatikan posisi bayi saat menyusu dan pelekatannya. Puting yang
retak, luka juga dapat disertai jamur (Kandidiasis).
Mulut bayi sebaiknya dilihat apakah terdapat jamur yang dapat mengganggu proses
menyusu atau adakah ikatan dibawah lidah yang membuat lidah tidak dapat
menjulur keluar (tongue tie).
Pengobatan yang sesuai baik untuk ibu maupun bayi harus segera diberikan.
Membangkitkan rasa percaya diri ibu sangat diperlukan. Membangkitkan rasa
percaya diri ibu dan penjelasan bahwa kelainan hanya bersifat sementara akan
membantu ibu melanjutkan untuk menyusui bayi. Posisikan bayi agar mulutnya
melekat dengan baik sehingga rasa nyeri akan segera berkurang. Tidak perlu
mengistirahatkan payudara, tetapi tetaplah menyusu on demand.
Bila diperlukan, bantu ibu untuk memerah ASI, dan ASI perah diberikan
dengan cangkir. Pengobatan dengan antibiotik atau anti jamur dapat
diberikan bila memang diperlukan, seringkali dengan mengoleskan ASI yang
diperah luka dapat sembuh. Membersihkan payudara hanya pada waktu mandi,
hindari penggunaan sabun, lotion , salep, atau menggosok-gosok dengan handuk.
Ibu sering datang ke Klinik Laktasi karena payudaranya bengkak, penuh dan
terasa nyeri. Biasanya terjadi pada minggu-minggu pertama setelah bayi lahir
dimana proses menyusu masih belum mantap. Payudara penuh berbeda dengan
payudara bengkak.
Payudara penuh terjadi beberapa hari setelah persalinan, yaitu saat ASI
sudah mulai diproduksi, payudara terasa nyeri berat, keras, tapi ASI masih
dapat mengalir keluar, dan ibu tidak merasa demam. Payudara penuh adalah suatu
hal yang normal. Sedangkan payudara bengkak (engorgement) berarti
payudara tampak merah, mengkilat, dan sangat nyeri, terjadi karena bendungan
pada pembuluh darah dan limfe, sekresi ASI sudah mulai banyak, dan ASI tidak
dikeluarkan sempurna. Payudara bengkak dapat dicegah dengan menyusukan bayi
segera setelah lahir, menyusukan bayi tanpa jadwal, dan jangan memberi minuman
lain pada bayi. Lakukan masase dan keluarkan ASI.
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah payudara bengkak adalah segera
menyusui setelah bayi lahir. Inisiasi dini sangat membantu bayi/ibu dapat
melakukan proses menyusui selanjutnya. Pastikan bayi melekat dengan baik di
payudara. Menganjurkan ibu untuk menyusui on demand (sesuka bayi).
Bila bayi dapat menghisap susuilah bayi sesering mungkin, jangan
mengistirahatkan payudara. Namun bila bayi tak dapat menghisap, bantu ibu untuk
memerah ASI dan berikan ASI dengan cangkir.
Mastitis merupakan reaksi reaksi peradangan pada payudara yang dapat
disertai infeksi atau tidak. Abses payudara merupakan suatu komplikasi dari
mastitis berupa kumpulan nanah yang terlokalisir diantara jaringan payudara.
Mastitis memperlihatkan gejala klinis payudara nampak merah, bengkak keras,
terasa panas dan nyeri sekali. Dapat mengenai kedua atau hanya satu payudara.
Penyebabnya antara lain puting lecet atau saluran ASI tersumbat yang tidak
ditatalaksana dengan baik. Mastitis dapat di tatalaksana dengan
mengistirahatkan ibu, ASI tetap harus dikeluarkan, berikan antibiotik dan
kompres/minum obat pengurang rasa sakit Abses memperlihatkan gejala klinis
berupa benjolan kemerahan, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri. Pada
benjolan teraba fluktuasi dan suhu tubuh meningkat. Bila dijumpai keadaan ini,
ibu harus istirahat, ASI tetap dikeluarkan, berikan antibiotik, insisi abses,
dan kompres / minum obat pengurang rasa sakit
f.
Ibu Hamil Saat Masih Menyusui
Menyusui eksklusif adalah salah satu cara kontrasepsi, sehingga biasanya
ibu jarang hamil lagi selama menyusui. Akan tetapi seandainya ibu hamil lagi
saat masih menyusui, maka hal yang harus dilakukan adalah terus menyusui bila
bayi belum berusia 6 bulan karena ASI masih merupakan makanan tunggal.
Begitupun bila bayi berusia 6-12 bulan, karena ASI masih merupakan makanan
utama. Sedangkan bila bayi sudah berusia lebih dari 12 bulan, boleh disapih.
g.
Ibu Bekerja
Ibu bekerja bukan merupakan alasan untuk menghentikan pemberian ASI
eksklusif. Ibu yang ingin kembali bekerja diharapkan menyiapkan cara memberikan
ASI bila bayi harus ditinggal, misalnya dengan belatih memerah ASI. ASI yang
diperah dapat dibekukan dan disimpan sebagai persediaan bila ibu bekerja,
menyusui bayi sebelum beragkat kerja, dan hindari pemberian dot.
h.
Kelainan Bayi
Bayi yang menderita sakit atau dengan kelainan kongenital mungkin akan
mengganggu proses menyusu. Kelainan ini perlu ditatalaksana dengan benar agar
keadaan tersebut tidak menjadi penghambat dalam proses menyusui.
4.
Kondisi
Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia
Tingkat pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif di Indonesia masih sangat
rendah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, baru 15,3% bayi
yang mendapat ASI ekslusif hingga enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya
menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.
Kesadaran masyarakat dalam pemberian ASI ekslusif yang masih rendah
menjadi salah satu alasan masih sangat sedikitnya bayi yang mendapat ASI
ekslusif itu. Masalah itu juga diperparah dengan gencarnya promosi susu formula
dan kurangnya dukungan dari masyarakat termasuk institusi yang mempekerjakan
perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu untuk menyusui
di tempat kerja.Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ASI yang sedang
disusun, pemerintah akan mengatur mengenai promosi atau iklan dari susu formula
termasuk melarang petugas kesehatan bekerjasama dengan produsen susu.
XI.
RUMAH
SAKIT SAYANG IBU DAN BAYI (RSSIB)
1. Defenisi
Rumah
Sakit Sayang Ibu dan Bayi adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada Ibu dan Bayi , dimana sistem pelayanannya mendukung upaya
peningkatan harmonisasi dan sinergi dalam mewujukan pelayanan profesional ibu
dan bayi menuju tingkat yang mampu mewujudkan perlindungan Ibu dan Bayi sebagai
basic mewujukan generasi Indonesia yang berkualitas.
2. Tujuan RSSIB
Meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan Ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna, dengan
tujuan akhir menurunkan angka kematian Ibu dan Bayi, lebih khusus dijabarkan
sebagai berikut :
·
Mengembangkan standard perlindungan Ibu
dan Bayi secara terpadu paripurna.
Meningkatkan kesiapan baik manajemen dan petugas kesehatan melaksana kan PONEK 24 jam.
Meningkatkan kesiapan baik manajemen dan petugas kesehatan melaksana kan PONEK 24 jam.
·
Membina puskesmas jejaring (PONED).
·
Mempromosikan secara maksimal IMD
(Inisiasi Menyusu Dini), PMK (Perawatan Metode Kanguru) pada BBLR, ASI
eksklusif.
·
Mengembangkan layanan lain yang
mendukung perlindungan kesehatan Ibu dan Bayi.
·
Membina kerjasama lintas sektor dan
menjalin kerjasama dengan kelompok pendukung ASI.
3. Sasaran RSSIB
·
Tim Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi
sebagai pengemban tugas untuk melakukan pembinaan.
·
Petugas kesehatan baik dari RSD Mardi
Waluyo, Puskesmas, Dinas maupun Rumah Sakit lain dalam satu ruang lingkup
rujukan.
·
Penentu kebijakan termasuk para
pengambil keputusan dan administrasi dari eksekutif dan legislatif.
·
Para Kader kesehatan, posyandu PKK, dan
lain-lain kelompok pendukung ASI.
·
Penderita dan keluarganya.
·
Masyarakat umum
4. Kriteria RSSIB
·
Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai
kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu tertulis yang secara rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas.
·
Melakukan pelatihan bagi petugas dalam
hal pengetahuan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
·
Menjelaskan kepada semua ibu hamil
tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan,
masa bayi lahir sampai umur 2 tahun, termasuk cara mengatasi kesulitan
menyusui.
·
Membantu ibu mulai menyusui bayinya
dalam 30 menit setelah melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila
ibu mendapat operasi sesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.
·
Membantu ibu bagaimana cara menyusui
yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas
indikasi medis.
·
Tidak memberikan makanan atau minuman
apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir.
·
Melaksanakan rawat gabung dengan
mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.
·
Membantu ibu menyusui semau bayi tanpa
pembatasan lama dan frekuensi menyusui.
·
Tidak memberikan dot atau empeng kepada
bayi yang diberi ASI.
·
Mengupayakan terbentuknya kelompok
pendukung ASI dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah
sakit/rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan.
XII.
PONED/PONEK
PONED
merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar. PONED
dilakukan di Puskesmas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh
memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat dan tim PONED Puskesmas beserta
penanggung jawab terlatih.
Pelayanan
Obsterik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi kemampuan untuk menangani dan
merujuk :
·
Hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia, eklampsia)
·
Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan
Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan
·
Perdarahan post partum
·
infeksi nifas
·
BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia,
Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi
·
Asfiksia pada bayi
·
Gangguan nafas pada bayi
·
Kejang pada bayi baru lahir
·
Infeksi neonatal
·
Persiapan umum sebelum tindakan
kedaruratan Obstetri – Neonatal antara lain Standar Kewaspadaan Universal.
Dalam PONED bidan boleh memberikan :
·
Injeksi antibiotika
·
Injeksi uterotonika
·
Injeksi sedative
·
Plasenta manual
·
Ekstraksi vacuum
·
Indikator kelangsungan dari PUSKESMAS
PONED adalah :
·
Kebijakan tingkat PUSKESMAS
·
SOP (Sarana Obat Peralatan)
·
Kerjasama RS PONED
·
Dukungan Diskes
·
Kerjasama SpOG
·
Kerjasama bidan desa
·
Kerjasama Puskesmas Non PONED
·
Pembinaan AMP
·
Jarak Puskesmas PONED dengan RS
Petugas kesehatan yang boleh memberikan
PONED:
§ Dokter
§ Bidan
§ Perawat
§ Tim
PONED Puskesmas beserta penanggung jawab terlatih
Pelayanan
Obstetri dan neonatal emergensi dasar puskesmas dan puskesmas perawatan. Bagian
ini memberikan gambaran kebutuhan administrasi, staf, rancang bangun dan
peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan
dipuskesmas dengan perawatan.
PONEK
merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essesnsial Komprehensif.
Pelayanan ini dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang memadai.
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif dilaksanakan di rumah sakit dengan kemampuan untuk memberikan
pelayanan 24 jam. Kesiapan sarana rumah sakit meliputi ruang kebidanan dengan
fasilitas gawat darurat untuk memberikan pelayanan terhadap kasus
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, neonatal risiko tinggi, pelayanan transfusi
darah, tindakan operasi seksio sesaria. Rumah sakit PONEK menerima rujukan dari
puskesmas PONED apabila terdapat kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
yang memerlukan penanganan seksio sesarea dan pemberian transfusi darah.
Upaya
Pelayanan PONEK :
1. Stabilisasi di UGD
dan persiapan untuk pengobatan definitif
2. Penanganan kasus
gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan
3. Penanganan operatif
cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan sektio saesaria
4. Perawatan intensif
ibu dan bayi.
5. Pelayanan Asuhan
Ante Natal Risiko Tinggi
PONEK dan PONED diadakan bertujuan untuk menghindari
rujukan yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai rujukan itu
sendiri.
Hambatan dan kendala dalam penyelenggaraan PONED dan
PONEK yaitu Mutu SDM yang rendah, Sarana prasarana yang kurang, Ketrampilan
yang kurang, Koordinasi antara Puskesmas PONED dan RS PONEK dengan Puskesmas
Non PONED belum maksimal, Kebijakan yang kontradiktif (UU Praktek Kedokteran),
Pembinaan terhadap pelayanan emergensi neonatal belum memadai.
REFERENSI
Admin. 2009. Suami
Siaga. Sumber: http://duniagtm.blogspot.com/2009/05/suami-siaga.html,
diakses pada tanggal 29 November 2011.
Anonim. 2010. Breast
Feeding Baby. Sumber: http://nbci.ca:breastfeeding-the-premature-baby-,
diakses pada tanggal 27 November 2011.
Anonim. 2010. Safe
Motherhood. Sumber: http://obstetriginekologi.com/safe-motherhood, diakses pada tanggal 28
November 2011.
Anonim. 2011. Antenatal
Care. Sumber : http://wwwblogkesehatan.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 27 November 2011.
Admin.
2011. Apa itu GSI ?. Sumber: http://bpmkotabandaaceh.wordpress.com/2011/10/17/apa-itu-gsi/, diakses pada tanggal 28
November 2011.
Anonim. 2011. Kangaroo
Program. Sumber: http://jualbatiktulis.wordpress.com,
diakses pada tanggal 27 November 2011.
Julia, Fanny. 2009. Kangaroo Mother Care. Sumber: http://www.scribd.com/, diakses
pada tanggal 28 November 2011.
Lia. 2009. Making Pregnancy Safer. Sumber: http://bidanlia.blogspot.com/2009/05/making-pregnancy-safer-mps.html,
diakses pada tanggal 29 November 2011.
Sandi,
Faradilla. 2009. Inisiasi Menyusui Dini.
Sumber: http://www.scribd.com,
diakses pada tanggal 28 November 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar