Pengelolaan
merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang dilakukan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan dapat terjadi
dengan baik bila dilaksanakan dengan dukungan kemampuan menggunakan sumber daya
yang tersedia dalam suatu sistem.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan.
Manajemen obat di rumah sakit
merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi manajerial rumah sakit secara
keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan dampak negatif terhadap
rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis. Tujuan manajemen obat di
rumah sakit adalah agar obat yang
diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau
untuk mendukung pelayanan yang bermutu. Manajemen obat merupakan serangkaian
kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada
dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu, seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan.
Tersedianya berbagai macam obat
di pasaran, membuat para dokter tidak mungkin up to date dan membandingkan berbagai macam obat tersebut. Produk
obat yang sangat bervariasi juga menyebabkan tidak konsistennya pola peresepan
dalam suatu sarana pelayanan kesehatan. Hal ini akan menyulitkan dalam proses
pengadaan obat. Disinilah letak peran seleksi dan perencanaan obat.
Seleksi atau pemilihan obat
merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di
rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran
aktif apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta
jaminan purna transaksi pembelian.
Perencanaan merupakan proses
kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang
sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Perencanaan yang telah dibuat
harus dilakukan koreksi dengan menggunakan metode analisis nilai ABC untuk
koreksi terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran
besar disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Dengan analisis nilai
ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat yang dimulai dari golongan obat
yang membutuhkan biaya terbanyak.
Selain itu, analisis juga dapat
dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial) untuk koreksi
terhadap aspek terapi, yaitu dengan menggolongkan obat kedalam tiga kategori.
Kategori V atau vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk
menyelamatkan kehidupan, kategori E atau essensial yaitu obat yang terbukti
efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasienan, kategori N atau
non essensial yaitu meliputi berbagai macam obat yang digunakan untuk penyakit
yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain
yang sejenis. Analisis kombinasi metode ABC dan VEN yaitu dengan melakukan
pendekatan mana yang paling bermanfaat dalam efisiensi atau penyesuaian dana.
Analisis ABC Indeks Kritis digunakan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan dana dengan pengelompokkan obat atau perbekalan farmasi, terutama
obat-obatan yang digunakan berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1.
Menghitung nilai pakai
·
Menghitung total pemakaian obat
·
Data pemakaian obat dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian.
Diurutkan dari pemakaian terbesar sampai yang terkecil
·
Kelompok A dengan pemakaian 70% dari keseluruhan pemakaian obat
Kelompok B dengan pemakaian 20% dari keseluruhan
pemakaian obat
Kelompok C dengan pemakaian 10% dari keseluruhan
pemakaian obat
2.
Menghitung nilai investasi
·
Menghitung total investasi setiap jenis obat
·
Dikelompokkan berdasarkan nilai investasi obat. Diurutkan dari nilai
investasi terbesar sampai yang terkecil
·
Kelompok A dengan nilai investasi 70% dari total investasi obat
Kelompok B dengan nilai investasi 20% dari total
investasi obat
Kelompok C dengan nilai investasi 10% dari total
investasi obat.
3.
Menentukan nilai kritis obat
·
Menyusun kriteria nilai kritis obat
·
Membagikan kuesioner berupa daftar obat kepada dokter untuk mendapatkan
nilai kritis obat, dengan kriteria yang telah ditentukan. Dokter yang mengisi
kuesioner tersebut adalah dokter yang berpengaruh terhadap peresepan dan
pemakaian obat.
Contoh (dikutip dari penelitian Susi Suciati dan Wiku B.B. Adisasmito di
RS Karya Husada, Cikampek, JaBar, 2006):
Kuesioner yang berisi daftar obat dibagikan kepada
dokter untuk mendapat penilaian mengenai nilai kritis. Dari kuesioner tersebut
dilakukan analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Lakukan survei tentang kekritisan obat terhadap
dokter yang sering menulis resep.
2. Buat
rata-rata skor dari setiap jenis obat.
3. Susun
tabel obat dari skor tertinggi hingga skor terendah.
4. Cek
persentase (%) kumulatif
Potong % kumulatif menjadi 70% untuk kelompok X,
20% kelompok Y, dan 10% kelompok Z.
Kriteria
nilai kritis obat adalah :
a. Kelompok X atau kelompok obat vital,
adalah kelompok obat yang sangat essensial atau vital untuk memperpanjang
hidup, untuk mengatasi penyakit penyebab kematian ataupun untuk pelayanan pokok
kesehatan. Kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan.
b. Kelompok Y atau kelompok obat essensial
adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab
penyakit, logistik farmasi yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit
terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir kurang dari 48 jam.
c. Kelompok Z atau kelompok obat nonessensial,
adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan
atau untuk mengatasi keluhan. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir
lebih dari 48 jam.
5. Menentukan
nilai indeks kritis obat Untuk mendapat NIK obat dengan menggunakan perhitungan
sebagai berikut:
|
6. Pengelompokan
obat ke dalam kelompok A, B dan C dengan kriteria :
·
Kelompok
A dengan NIK 9.5 - 12
·
Kelompok
B dengan NIK 6.5 – 9.4
·
Kelompok
C dengan NIK 4 – 6.4
Kelompok
A dengan NIK tertinggi yaitu 12, mempunyai arti bahwa obat tersebut adalah obat
dalam kategori kritis bagi sebagian besar pemakainya, atau bagi satu atau dua
pemakai, tetapi juga mempunyai nilai investasi dan turn
over yang tinggi.
Dari hasil perhitungan didapat hasil sebagai berikut:
·
Kelompok A: dengan NIK 9.5 – 12, sebanyak 36 item obat (3,57%) dari total item obat.
·
Kelompok B: dengan NIK 6.5 – 9.4, sebanyak 270 item (26,88%) dari total item obat.
·
Kelompok C: dengan NIK 4 – 6.4, sebanyak 701 item (69,61%) dari total item obat.
Hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.
Analisis ABC
ini dapat digunakan, apalagi jika telah ada standarisasi obat (formularium).
Untuk itu diperlukan kerja sama dan koordinasi yang baik dengan unit terkait,
misalnya administrator RS, bagian keuangan, logistik (farmasi RS), dokter,
serta unit pelayanan lainnya.
REFERENSI :
Fadillah,
Nur. 2010. Seleksi dan Perencanaan Obat.
Sumber: Blog (http://cata2n-nfz.blogspot.com/2010/10/seleksi-dan-perencanaan-obat.html)
Suciati, Susi dan
Wiku B.B Adisasmito. 2008. Analisis
Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Sumber:
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar